Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) belum menarik bagi investor untuk menjalankan industrinya di sana. Pasalnya, akses jalan menuju kawasan industri yang digadang-gadang akan memberi kontribusi pada perekonomian Kalimantan Timur (Kaltim) itu masih jauh dari kata layak.
“Maloy aksesnya agak sulit, sementara kalau kita petakan akses ke kawasan itu kebanyakan kewenangan Pemerintah Pusat,” kata Kepala Subbidang Indagkop, Investasi dan Pariwisata Bappeda Kaltim Andi Arifudin, Selasa (1/12) kemarin.
Dibeberkannya, jalan dari Simpang Perdau ke Maloy merupakan jalan nasional. Akibatnya Pemerintah Daerah tidak dapat menangani hal tersebut, sebab menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Menurutnya, akses jalan tersebut sangat penting, sebab merupakan jalur utama yang harus dilalui. Adapun, akses lain hanya sebatas jalan kolektor dari kebun.
“Akses jalan yang paing dikeluhkan investor,” ungkapnya.
Padahal lahan kawasan industri yang sudah dicanangkan sejak era SBY itu telah 100% bersertifikat. Selain itu, daya listrik telah terpasang sebesar 20 megawatt, akan segera ditambah daya jika telah ada investasi yang masuk.
Mengenai ketersediaan air baku, Andi menyebutkan bawah sudah ada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang mampu memproduksi air sebanyak 200 liter/detik. Adapun fasilitas lain yang juga sudah tersedia adalah pelabuhan, perkantoran, helipad, dan tower komunikasi.
“Tiap tahun kita sampaikan dengan Pemerintah Pusat melalui rapat-rapat teknis dan pada saat Musyawah Rencana Pembangunan Nasional, memang ada evaluasi, tapi KEK kita sudah siap,” tutur Andi.
Sebagai pengingat, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2014. Kawasan itu berdiri di atas lahan seluas 557,34 hektare. Sampai tahun 2025, KEK MBTK direncanakan bisa menarik investasi sebesar Rp 34,3 triliun dan meningkatkan PDRB Kutai Timur (Kutim) hingga Rp 4,67 triliun. (*)