Balikpapan, Dialektis.co – Desakan untuk dilakukan pembebasan terhadap Misran Toni (MT), tersangka tragedi Muara Kate kembali mengemuka. Kali ini, desakan datang dari Tim Advokasi Lawan kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate.
Mereka memita Kepolisian Paser dan Polda Kaltim bersikap objektif dan segera membebaskan Misran Toni (MT) dari seluruh tuduhan yang dinilai tak lebih dari upaya kriminalisasi pejuang lingkungan.
Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Pradi Ardiansya dalam konferensi pers Jumat (7/11/2025) mengurai kasus ini. Kata dia, MT telah ditahan sejak 16 Juli 2025. Hingga kini, MT sudah menjalani masa tahanan selama 115 hari di Polda Kaltim.
Berdasarkan perpanjangan terakhir dari Pengadilan Negeri Tanah Grogot. Masa penahanan MT seharusnya berakhir pada 12 November 2025. Namun, pada 22 Oktober 2025, MT sempat dikeluarkan dari tahanan selama delapan hari dengan status “Terbantar”, bukan sebagai tahanan.
Baca Juga: Setahun Tragedi Muara Kate: Konflik Kejahatan Lingkungan, Warga Tolak Hauling Dipenjara
Kemudian, MT kembali ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/95/X/RES 1.6/2025/Reskrim untuk menjalani masa tahanan hingga 18 November 2025.
Padahal, masa penahanan MT seharusnya berakhir pada 12 November 2025. Dengan adanya masa “terbantar” selama delapan hari, masa penahanan MT kembali diperpanjang delapan hari dari jadwal semula.
“Bahwa terhadap penetapan pembantaran tersebut kami keberatan,” tegas Ardiansyah.
Melalui rilis yang diterima media ini, Tim Advokasi Lawan kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate mengungkap lima poin alasan penolakan mereka terhadap penetapan pemberatan tersebut.
Pertama, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 tahun 1989. Pembantaran diajukan untuk kepentingan tahanan menjalani pengobatan medis di luar rumah tahanan, bukan untuk kepentingan penyidik.
Baca juga: Soal Kasus Penyerangan Warga Muara Kate, Pigai Persilahkan Lapor Komnas HAM
Kedua, pembantaran ini adalah tidak sah karena tidak memenuhi alasan-alasan hukum yang benar, dilakukan bukan atas kehendak tersangka atau keluarganya dan dilakukan tanpa sepengetahuan tersangka dan keluarga, dan pada faktanya saat ini MT tidak sedang sakit apapun. Namun MT justru diisolasi di rumah sakit selama 8 hari sejak 22 hingga 30 Oktober 2025, untuk kepentingan penyidikan.
Ketiga, selama masa pembantaran di RS Atma Husada Samarinda, MT diisolasi tanpa pendampingan keluarga. Pada Minggu 26 Oktober 2025, istri MT yang telah menempuh jarak 300 Km jauhnya selama 10 Jam perjalanan dari Muara Kate, ditolak untuk menjenguk dengan alasan observasi untuk kepentingan penyidikan dan pemeriksaan.
Keempat, bahwa pembantaran ini telah memotong masa penahan MT yang berakibat MT harus menjalani penahanan tambahan selama 8 hari.
Kelima, bahwa tindakan penyidik sangat terang telah melanggar hak asasi MT yang seharusnya diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Kami berkesimpulan bahwa pembantaran ini hanya menjadi alat penyidik untuk memperpanjang masa penahanan. Dan untuk mengulur waktu pelepasan MT dan sebagai upaya sistematis untuk membuat MT frustasi dan tertekan secara psikis,” tegas mereka.
Baca juga: Masyarakat Ajukan Surat Keberatan Jalan Umum Dilalui Truk Batubara
Tim Advokasi menilai, kriminalisasi ini dapat dianggap sebagai upaya untuk menutupi ketidakmampuan aparat dalam mengungkap pelaku yang sebenarnya. Karena sampai saat ini mereka meyakini pelaku dan aktor yang sebenarnya masih berkeliaran.
Sebelumnya diwartakan, Tepat setahun pristiwa tragis kecelakaan hauling batubara yang menewaskan Pendeta Pronika di Muara Kate, Kabupaten Paser. Kasus hukum, seputar konflik dugaan kejahatan lingkungan itu belum juga rampung.
Mirisnya lagi, seorang warga lain bernama Misran Toni yang aktif menolak hauling masih ditahan. Melalui pernyataan resminya, keluarga bersama JATAM Kaltim dan LBH Samarinda menuding penahanan ini bentuk kriminalisasi.
Kasus ini bermula pada 26 Oktober 2024 lalu, saat tewasnya Pendeta Pronika. Sejak saat itu, Misran Toni menjadi salah satu penggerak solidaritas warga untuk menolak aktivitas hauling batubara di jalan publik.
Baca juga: BEM KM UNMUL Rilis 8 Nilai D dalam Rapor Merah 100 Hari Kerja Gubernur Kaltim
Dalam banyak kesempatan, ia menolak segala bentuk bujukan maupun iming-iming uang dari pihak-pihak yang diuntungkan oleh kegiatan ilegal lalu lintas batubara.
Misran Toni ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan melakukan tindak pidana kekerasan dan pembunuhan berencana atas peristiwa yang terjadi pada tanggal pada 15 November 2024 di Dusun Muara Kate.
Peristiwa ini menyebabkan dua masyarakat Adat Muara Kate menjadi korban, mereka yang selama ini dengan keras menolak aktivitas hauling batubara PT Mantimin Coal Mining di Jalan umum. (*).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan bergabung saluran Dialektis.co WhatsApp atau telegram di link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join.








Discussion about this post