DIALEKTIS.CO – Dua gugatan sengketa informasi terkait data dan dokumen di sektor pertambangan oleh Kementerian ESDM akhirnya dikabulkan Majelis Hakim Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP), Kamis (20/1).
Dua sidang yang digelar secara virtual dan terpisah itu ialah, sengketa informasi yang didaftarkan JATAM Kaltim. Serta sengketa informasi yang diajukan oleh Serli Siahaan, warga Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Dinamisator JATAM Kaltim, Pradarma Rupang menilai keputusan ini memberi penegasan bahwa masa-masa praktik gelap melanggar hukum hak-hak publik para oligarki tambang dalam proses memperoleh dan perpanjangan izin sudah berakhir.
Baca juga: JATAM Gugat Menteri ESDM Buka Data Perpanjangan Izin Perusahaan Batu Bara
Kata dia, JATAM Kaltim menggugat Kementerian ESDM atas ketertutupan 5 perusahaan pemegang Kontrak Karya Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan 4 jenis dokumen evaluasi. Semua gugatan ini dikabulkan.
Dalam putusannya Majelis Hakim yang terdiri dari Ketua Majelis Komisioner (MK) Hendra J Kede, beranggotakan Cecep Suryadi dan Arif A Kuswardono didampingi Panitera Pengganti (PP) Eni Fajar, juga memutuskan pembatalan SK Menteri ESDM Nomor 002 Tahun 2019 tentang Klasifikasi Informasi yang Dikecualikan Sub Sektor Mineral dan Batubara yang menyebutkan Dokumen Kontrak PKP2B dan Kontrak Karya (KK) beserta perubahannya sebagai data dan informasi yang dikecualikan atau rahasia negara.
“Ini adalah kemenangan publik, kemenangan warga yang selama ini terdampak operasional tambang. Putusan KIP ini juga menunjukkan bahwa langkah menyembunyikan data dan informasi yang selama ini kerap dilakukan Kementerian ESDM adalah perbuatan salah secara hukum,” ujarnya.
Dengan putusan ini, kata Jamil, maka perpanjangan izin PT Arutmin, dan yang sedang berlangsung PT Kaltim Prima Coal (KPC), tidak sesuai dengan regulasi. Karena prosesnya tertutup, tidak melibatkan publik, padahal selama beroperasi, dua perusahaan itu telah menyebabkan banyak kerugian bagi lingkungan dan masyarakat.
“Kami mendesak operasi tambang Arutmin dan KPC harus dihentikan dan lakukan evaluasi,” tegas Pradarma Rupang.
Sementara dalam gugatan yang diajukan oleh Serli Siahaan, objek yang disengketakan adalah salinan dokumen Kontrak Karya Hasil Renegosiasi Terbaru dan Salinan SK Kontrak Karya Nomor 272.K/30/D/DJB/2018 beserta dokumen pendukungnya milik PT. Dairi Prima Mineral.
PT DPM yang dimiliki keluarga Bakrie ini, sebagian besar sahamnya (51%) telah dijual ke China Nonferrous Metal Mining Group (NFC), perusahaan pertambangan logam milik negara Tiongkok.
Baca juga: JATAM: Jokowi Cabut Ribuan IUP, Siasat Percepatan Perluasan Pengerukan
“Ini adalah sebuah kemenangan besar bagi kami, warga Dairi. Putusan ini memberi semangat bagi perjuangan kami yang berjuang mempertahankan wilayah kami yang terancam dan telah menjadi korban operasi tambang DPM,” kata Serli.
Perjuangan warga Dairi melawan PT DPM telah lama berlangsung terhitung sejak penandatangan kontrak karya (KK) No.53/Pres/1/1998 tertanggal 17 Februari 1998 dilakukan. Perlawanan warga semakin gencar ketika PT DPM mulai melakukan eksplorasi yang menyebabkan banjir bandang, hingga naik ke tahap operasi produksi pada 2018 lalu.
Seluruh proses perizinan yang dilakukan pemerintah dan perusahaan berlangsung tertutup, padahal, konsesi tambang PT DPM yang mencapai lebih dari 24 ribu hektar itu, mengkapling lahan pertanian dan perkebunan, juga masuk di area pemukiman warga dan fasilitas publik, seperti gereja, masjid, dan sekolah. (*)
Discussion about this post