DIALEKTIS.CO – Koalisi Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tambang ilegal, baik pelaku di lapangan maupun aktor intelektual yang berada dibaliknya directing mind.
Dalam rilis tertulisnya, koalisi 41 dosen lintas fakultas itu menilai tidak mungkin penambang illegal yang kian marak akhir-akhir ini berani melakukan kegiatan secara terang-terangan dan terbuka, tanpa backup dari orang-orang tertentu.
“Meminta kepada Kapolri untuk melalukan supervisi anggotanya di daerah yang terkesan pasif dan lamban melalukan proses hukum terhadap tambang illegal,” ujar Haris Retno, narahubung Koalisi Dosen Unmul, Selasa (19/10/2021).
Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, dalam kurun waktu 2018-2021, terdapat 151 titik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang tersebar di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara 107 titik, Kota Samarinda 29 titik, Kabupaten Berau 11 titik, dan Kabupaten Penajam Paser Utara 4 titik.
Namun, proses hukum terhadap para pelaku tambang ilegal ini, tidaklah sebaik ekspektasi publik.
Bahkan yang berada di barisan terdepan dalam upaya melawan tambang ilegal ini, justru datang dari warga, bukan aparat kepolisian apalagi pemerintah. Padahal kegiatan tambang ilegal adalah kejahatan.
Dalam ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, secara tegas menyebutkan bahwa, setiap orang yang melakukan pertambangan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 100 miliar rupiah.
“Lantas bagaimana mungkin kejahatan justru didiamkan begitu saja. Sebab pembiaran terharap tambang ilegal, adalah bagian dari kejahatan serius,” sebutnya.
Selain mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas tambang illegal. Mereka juga meminta kepolisian harus memberikan rasa aman dan perlindungan kepada warga, terutama yang menjadi korban terdampak tambang ilegal, dari ancaman serta intimidasi dari para preman.
Kepolisian diminta pro-aktif mencari, menemukan, dan melakukan proses hukum terhadap kegiatan tambang ilegal, tanpa harus menunggu laporan dari warga terdampak.
Sebab kegiatan tambang ilegal merupakan delik umum yang bisa diproses hukum tanpa aduan warga. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepentingan umum.
Lebih jauh, pemerintah daerah harus aktif mendorong penyelesaian kasus tambang ilegal.
Menurut mereka, pemerintah tidak boleh berlindung dibalik alasan kewenangan yang sudah diambil alih oleh pusat. Sebab sebagai orang yang diberikan mandat memimpin daerah ini, tugas anda untuk menangkap maling yang telah menjarah kekayaan alam daerah.
Lebih jauh, para dosen kampus negri terbesar di Kalimantan Timur itu menyerukan kepada semua kalangan, terutama warga terdampak tambang ilegal, untuk berani melawan para pelaku tambang ilegal.
“Perlawanan terhadap tambang ilegal harus terus digelorakan, sebab masa depan serta keberlangsungan lingkungan hidup sekitar kita, ditentukan oleh keringat dan perjuangan kita sendiri,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, ke-41 dosen yang tergabung dalam Koalisi Dosen Universitas Mulawarman tersebut yakni, Mahendra Putra (FH), Rusdiansyah (Faperta), Esti Handayani Hardi (FPIK), Wiwik Harjanti (FH), Haris Retno (FH), Alfian (FH), Sholihin Bone (FH), Herdiansyah Hamzah (FH), Orin Gusta Andini (FH), Harry Setya Nugraha (FH).
Budiman (Fisip), Safarni Husain (FH), Eka Yusriansyah (FIB), Nasrullah (FIB), Jamil (FKIP), Aryo Subroto (FH), Warkhatun Najidah (FH), Rina Juwita (FISIP), Grizelda (FH), Rahmawati Al Hidayah (FH), Yofi Irfan Vivian (FIB), Diah Rahayu (FISIP), Maria T. Ping (FKIP), Nurul Puspita Palupi (Faperta), Rustam (Fahutan), Suryaningsih (FKIP).
Rosmini (FH), Nurliah (FISIP), Islamudin Ahmad (Farmasi), Setiyo Utomo (FH), Syamdianita (FKIP), Sri Murlianti (FISIP), Adi Rahman (FISIP), Sofian (Faperta), Syakhril (Faperta), Sonny Sudiar (FISIP), Chairul Aftah (FISIP), Nur Arifudin (FH), Donny Dhonanto (Faperta), M. Erwan S. (Faperta), Saipul B. (FISIP). (Yud/DT).
Discussion about this post