DIALEKTIS.CO, KUTIM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Faizal Rachman menilai pengelolaan sampah di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), khususnya kawasan perkotaan dinilai kurang maksimal.
Bahkan, setelah dilakukan evaluasi. Nampaknya keberadaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Incenarator yang berada tepat di belakang Pasar Induk Sangatta itu, nampaknya mendapat sorotan dari masyarakat.
Bagaimana tidak, air lindi hasil pembakaran menguap dan jatuh di atap hingga teras rumah warga. Faizal Rachman pun mendesak Pemkab Kutim untuk segera belajar dari gagalnya pengelolaan sampah di TPST tersebut. Terlebih biaya yang telah dikeluarkan mencapai Rp 17 miliar.
“Sebenarnya kami (dewan) mempertanyakan alasan pemerintah memilih lokasi yang berdekatan dengan permukiman warga. Tentu sangat tidak tepat, karena limbahnya meresahkan warga sekitarnya,” ungkapnya.
Hal ini menjadi wujud bahwa pemkab tidak bisa mengelola sampah dengan baik. Padahal dalam sehari, 80 ton sampah diproduksi di kawasan perkotaan. Sedangkan keberadaan TPST tersebut diharapkan dapat mengurangi volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batuta, yang mulai over kapasitas. Mengingat TPST tersebut diyakini dapat mengolah setidaknya 24 ton sampah.
“Pemkab harus lebih cermat mengimplmentasikan program penanganan sampah. Mulai sumbernya hingga pemrosesan akhir,” tuturnya.
Dia tidak menampik, pemkab memiliki tujuan yang baik. Hanya, biaya operasional dan kajian lingkungannya mestinya benar-benar dimatangkan lebih dulu. Penanganan sampah berkaitan erat dengan bagaimana pengelolaannya, yang menjadi bagian dari tanggung jawab. Dia pun menyarankan agar pemkab belajar dari daerah yang sudah sukses dalam hal pengelolaan sampah, seperti Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
“Sehingga ketika menerapkan di daerah sendiri bisa lebih maksimal,” pungkasnya. (adv)
Discussion about this post