DIALEKTIS.CO, KUTIM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) Novel Tyty Paembonan menilai Bahan bakar minyak (BBM) jadi muasal dari berbagai terciptanya berbagai pemenuhan kebutuhan di masyarakat. Muaranya, tercapainya pembangunan di daerah.
Saking vitalnya keberadaan BBM, para pedagang melihatnya sebagai peluang untuk menjadikannya menjadi komoditas. Membeli di penyedia resmi, kemudian menjualnya kembali ke masyarakat dengan cara diecer.
Menurut Novel Tyty, ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menertibkan aktivitas jual beli BBM eceran tersebut. Salah satunya tentang penetapan harga jual eceran.
Sebab, pada praktiknya di lapangan, nilai jual eceran jauh di atas harga yang ditetapkan oleh SPBU. Dan, itu merugikan masyarakat. Kata Novel Tyty, perbedaan tersebut dikarenakan tidak terdapat regulasi yang mengatur harga dalam penjualan BBM eceran.
“Pemkab Kutim harus mengatur itu, karena ini merupakan tanggung jawab mereka dalam memenuhi hak-hak masyarakat dan berharap agar permasalahan ini segera diatasi melalui OPD terkait,” kata Novel.
Kemudian Novel mengatakan bahwa apabila suatu daerah belum terdapat atau tidak terdapat penyalur, pemerintah daerah dapat menunjuk sub-penyalur yang sesuai ketentuan perundang-undangan, sehingga berdampak pada perekonomian masyarakat.
“jika terdapat penyalur BBM yang resmi kan akan berdampak juga pada pendistribusian BBM dari kabupaten, kecamatan hingga desa. Dan, dari sisi harga pun bisa ikut terkendali,” ujar politikus Partai Gerindra itu.
Perlu diketahui, dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perhitungan Harga Jualan Eceran Bahan Bakar Minyak yang diatur dalam pasal 9, disebutkan bahwa Menteri ESDM dapat menetapkan harga dasar jenis BBM umum atau harga jual eceran jenis BBM umum dengan mempertimbangkan kesinambungan penyediaan dan pendistribusian jenis BBM umum, stabilitas harga jual eceran jenis BBM umum dan ekonomi riil, serta sosial masyarakat. (*)
Discussion about this post