DIALEKTIS.CO – Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Kaltim menggelar rapat dengan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Kaltim pada Selasa (6/4/2021) di gedung E, lantai 1, kompleks DPRD Kaltim. Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim merupakan salah satunya.
Wakil Ketua Pansus LKPJ yakni Rusman Ya’qub mengungkapkan bahwa, sejumlah OPD tersebut dipanggil berkaitan dengan misi kelima Gubernur. Yakni berdaulat dalam mewujudkan birokrasi pemerintahan yang bersih, profesional dan berorientasi pelayanan publik.
Mengenai misi tersebut, DPRD Kaltim meminta agar bagaimana semua data dari tiap organisasi perangkat daerah (OPD) harusnya lebih terintegrasi di satu titik.
Big data, merupakan data dalam jumlah sangat besar yang dikumpulkan, disimpan, diolah dan dianalisis agar menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau kebijakan.
“Diskominfo Kaltim harus bisa mengejarnya,” ungkapnya ditemui usai melakukan RDP.
Dalam artian selama ini tentang data penduduk atau pembangunan Kaltim itu ada di mana-mana. Maksudnya, semua OPD itu punya data sendiri. Akhirnya apa yang terjadi, data yang lain dan satu itu saling tabrakan.
Rusman memberikan salah satu contoh kasus yang paling mendasar yaitu terkait bantuan sosial dampak Covid-19. Selama dua bulan berlangsung, tidak selesai verifikasi dan validasi datanya.
“Padahal Dinas Sosial (Dinsos) sudah ada data penerima bansos, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Disperindagkop sudah ada datanya juga. Begitu disandingkan malah kebingungan sendiri, akhirnya validasi dan verifikasi memakan waktu,” ucapnya.
Padahal sistemnya menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Logikanya, jika sudah terekam di NIK itu kan seharusnya seluruh data sudah klop.
“Namun di kita tidak, namanya NIK doang tapi masih bisa begitu. Ini memperlihatkan betapa lemahnya sistem pendataan kita,” terangnya.
Oleh sebab itu, ke depannya harus ada sistem big data. Dengan satu syarat harus dikoordinasikan dan disepakati siapa pemegang kendali big data ini. Sedangkan yang lain sifatnya hanya mensupport berdasarkan teknis dan spesifikasi.
Contohnya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) akan menginput dan mendata masyarakat dengan nama, NIK, domisili, jenis kelamin dan lainnya. Nantinya, data ini akan dikirim ke masing-masing dinas terkait dengan teknisnya.
Misalnya di Dinas Ketenagakerjaan akan menginput pekerjaan seseorang dan lainnya, jadi bukan Diskominfo yang mengurusi. Nanti masuk lagi ke Dinas Pendidikan (Disdik), mereka yang menginput data terkait pendidikan orang ini.
“Setelah itu dikirim ke big data, terakhir updating data. Jadi tidak perlu lagi updating data ada di instansi-instansi, melainkan kembali ke induknya,” ujarnya.
Lanjutnya, ketika ingin melihat data seseorang tinggal klik dan semuanya sudah terlihat. Jadi setiap dinas itu melengkapi data secara teknis.
“Namun hingga saat ini di kita belum seperti itu, akhirnya kadang-kadang nama yang sama bisa tabrakan. Di sini muncul, eh di sana belum tentu namanya ada,” katanya kepada media ini.
Persoalan ini muncul saat ingin membagikan bantuan sosial sembako beberapa waktu lalu. Akibatnya, verifikasi data sampai memakan waktu 2 bulan.
“Untungnya kabupaten/kota cepat tanggap, mestinya setiap satu bulan itu updating di masing-masing daerah lalu kirim. Di kita tidak, data tiga tahun masih muncul. Akhirnya ada penerima fiktif, walau sebenarnya tidak mau fiktif. Tapi sumber data yang diambil itu data fiktif,” bebernya. (*)
Discussion about this post