DIALETIS.C0 – Gejolak pergantian pemerintahan Afghanistan menarik perhatian dunia. Setelah Taliban berhasil merebut pemerintahan untuk kedua kalinya sejak 1996 lalu. Tiongkok menjadi negara pertama yang secara terbuka merangkul Taliban atas capaian tersebut.
Manuver Tiongkok itu pun menuai respons berbagai pengamat. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, menyebut hal ini merupakan langkah yang cerdas. Di mana sebelumnya, pada 1996 Tiongkok sama sekali tidak mengakui keberhasilan Taliban mengambil alih pemerintahan.
“Tiongkok sebagai negara yang bertetangga dengannya dengan cerdik sekali memanfaatkan situasi yang ada, di mana pemerintah Tiongkok menyatakan dirinya siap untuk bekerjasama dengan rezim Taliban,” kata dia, seperti dikutip dari JawaPos.com, Rabu (18/8).
Di sisi lain, hal itu disambut baik oleh pemerintahan Taliban. Kata dia, mereka menyadari bahwa untuk memulihkan perekonomian negara dan menjadi negara maju, perlu adanya bantuan dari negara-negara lain.
“Hal ini tentu saja akan disambut baik oleh Pemerintah Taliban karena mereka yakin memang tidak akan ada negara-negara maju di dunia sekarang ini yang akan bisa membantu mereka untuk memulihkan ekonomi negara mereka yang sudah hancur lebur tersebut, kecuali hanya Tiongkok yang memang memiliki kekuatan ekonomi besar di dunia saat ini,” sambungnya.
Akan tetapi, hal ini menurutnya seperti pisau bermata dua. Sebab, Tiongkok juga dikenal dengan sistem kapitalismenya yang luar biasa, bisa saja Afghanistan dijadikan alat oleh negara berjuluk Negeri Tirai Bambu tersebut.
“Kalau Taliban tidak berhati-hati dalam menjalin kerjasama, maka lewat kekuatan kapitalnya, pemerintah Tiongkok tentu akan bisa menjepit rezim Taliban lewat jebakan hutangnya (debt trap) sehingga tidak mustahil nasib buruk akan terulang kembali, sehingga peribahasa lepas dari mulut harimau masuk ke dalam mulut buaya tidak mustahil akan bisa menimpa mereka,” ungkapnya.
“Dan itu tentu saja tidak kita inginkan karena kita berharap Afghanistan akan bisa menjadi sebuah negara maju dan dihormati, serta benar-benar berdaulat baik secara ekonomi maupun politik,” tandasnya. (*)
Discussion about this post