Dialektis.co
  • HOME
  • WARTA
  • KABAR PARLEMEN
    • DPRD Kaltim
    • DPRD Bontang
    • DPRD Kukar
    • DPRD Kutim
  • EKBIS
  • OLAHRAGA
  • GAYA HIDUP
  • RAGAM
  • PARIWARA
  • KOLOM
  • VIDEO
  • INFOGRAFIS
No Result
View All Result
  • HOME
  • WARTA
  • KABAR PARLEMEN
    • DPRD Kaltim
    • DPRD Bontang
    • DPRD Kukar
    • DPRD Kutim
  • EKBIS
  • OLAHRAGA
  • GAYA HIDUP
  • RAGAM
  • PARIWARA
  • KOLOM
  • VIDEO
  • INFOGRAFIS
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home KOLOM

Sempat Ditahan 150 Hari, Petani Soppeng Gugat Menteri LHK RI

Siaran Pers

Redaksi by Redaksi
February 19, 2021
Sempat Ditahan 150 Hari, Petani Soppeng Gugat Menteri LHK RI

Gambar LBH Makassar

Share on FacebookShare on Twitter

DIALEKTIS.CO – Kasus 3 Petani Soppeng yang sempat menjadi perhatian publik pada tahun 2018 telah diputus oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi dan telah berkekuatan hukum tetap sejak Desember 2020.

Adalah Sahidin, Jamadi dan Sukardi, petani yang divonis bebas, ketiganya tinggal dalam klaim kawasan hutan Laposo Niniconang, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.

Mereka awalnya ditangkap oleh polisi kehutanan pada 22 Oktober 2017 dengan tuduhan merambah hutan dan melanggar UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).

Ketiganya ditahan di Rutan Makassar kemudian dipindahkan ke Rutan Soppeng selama 150 hari, sampai akhirnya dibebaskan oleh PN. Watansoppeng karena tidak terbukti bersalah.

Pada hari Rabu (21/03/2018) PN. Watansoppeng memberikan keadilan bagi ketiga petani Soppeng dengan menjatuhkan putusan bebas dari segala tuntutan penuntut umum.

Majelis Hakim berpendapat bahwa dakwaan jaksa penuntut umum keliru menerapkan UU P3H. Oleh karena subjek hukum yang ditujukan dalam UU P3H adalah setiap orang yang menebang pohon dan berkebun secara terorganisasi untuk kepentingan komersil.

Bukan untuk petani yang tinggal dalam klaim kawasan secara turun-temurun dan berkebun hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar. Putusan ini telah diperkuat oleh Mahkamah Agung, karenanya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Proses pidana, khususnya penahanan yang dijalani oleh 3 Petani tersebut tidak semata masalah hukum. Namun, berdampak pada masalah ekonomi, pendidikan dan tekanan psikis hingga kerugian materil akibat penahanan selama 150 hari.

Bahkan anak-anak dari 3 Petani ikut merasakan dampaknya, oleh kerena ketiganya merupakan tulang punggung keluarga sehingga kebutuhan biaya pendidikan ikut terhambat. Demikian pula yang dirasakan oleh istri dan keluarga lainnya.

Dampak penahanan membuat mereka tidak dapat menikmati hasil panen yang dipakai untuk menyambung hidup, bahkan mereka membutuhkan biaya tambahan untuk membesuk selama penanahan.

Pada 29 Januari 2021, Petani Soppeng mengajukan permohonan pra peradilan di PN. Watansoppeng terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala Kejaksaan Negeri Soppeng dan Menteri Keuangan RI, akibat perbuatannya melakukan penahanan kepada Petani Soppeng yang berdampak pada kerugian materil maupun non materil.

Sidang perdana kasus ini dijadwalkan pada 5 Februari 2021, akan tetapi pihak kehutanan dan Menteri Keuangan tidak hadir dalam sidang tersebut. Sidang kembali diagendakan pada Jumat, 19 Februari 2021, sidang kali ini dihadiri lengkap oleh semua pihak pemohon maupun termohon.

Mereka berharap bisa mendapatkan kompensasi atau ganti rugi dari negara akibat perbuatan sewenang-wenang berupa penangkapan dan penahanan yang dialaminya. Dan peristiwa ini tidak terulang lagi di Indonesia khususnya di bumi Latemammala, Soppeng.

“Upaya pra peradilan ganti rugi ini diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 95 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” terang Sukardi perwakilan Petani Soppeng dalam rilis tertulisnya yang diterima redaksi dialektis.co, Jumat (19/2) Malam.

Pasal yang dimaksud menyatakan bahwa: “Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak untuk menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan,”. (Yud/DT)

Print Friendly, PDF & Email
Tags: LBH MakassarPetani SoppengStop Kriminalisasi Petani
ShareTweetShare
Previous Post

Masalah Tenaga Kerja Hingga Infrastruktur Aspirasi Warga ke Sutomo Jabir Saat Turun Basis

Next Post

Sutomo Reses di Desa Labanan Makmur, Warga Usulkan Pembangunan Rumah Sakit

Related Posts

Teguh Santosa Nilai Agresivitas China karena Fragmentasi Sikap Indonesia Sendiri
KOLOM

Opini di Media Bagian dari Kerja Pers, Laporan USK Dinilai Salah Tempat

Catatan JMSI Bontang di Hari HUT Bhayangkara, Polri untuk Masyarakat 
KOLOM

Catatan JMSI Bontang di Hari HUT Bhayangkara, Polri untuk Masyarakat 

Dirgahayu Polri, Polisi Ideal Itu Ada?
KOLOM

Dirgahayu Polri, Polisi Ideal Itu Ada?

The Miracle of Wakaf, Setiap Jemaah Haji Asal Aceh Dapat Uang dari Habib Bugak Asyi
KOLOM

The Miracle of Wakaf, Setiap Jemaah Haji Asal Aceh Dapat Uang dari Habib Bugak Asyi

STN Desak Usut Tuntas Kasus Pembacokan 2 Petani di Angata Konawe Selatan
KOLOM

STN Desak Usut Tuntas Kasus Pembacokan 2 Petani di Angata Konawe Selatan

BEM KM UNMUL Rilis 8 Nilai D dalam Rapor Merah 100 Hari Kerja Gubernur Kaltim
KOLOM

BEM KM UNMUL Rilis 8 Nilai D dalam Rapor Merah 100 Hari Kerja Gubernur Kaltim

Next Post
Sutomo Reses di Desa Labanan Makmur, Warga Usulkan Pembangunan Rumah Sakit

Sutomo Reses di Desa Labanan Makmur, Warga Usulkan Pembangunan Rumah Sakit

Discussion about this post

Follow Us

dialektis-logo-1
  • TENTANG KAMI
  • REDAKSI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KEBIJAKAN PRIVASI
  • DISCLAIMER
  • PEDOMAN PEMBERITAAN RAMAH ANAK

© 2022 DIALEKTIS.CO – Managed by Aydan Putra. All rights reserved.

No Result
View All Result
  • HOME
  • WARTA
  • KABAR PARLEMEN
    • DPRD Kaltim
    • DPRD Bontang
    • DPRD Kukar
    • DPRD Kutim
  • EKBIS
  • OLAHRAGA
  • GAYA HIDUP
  • RAGAM
  • PARIWARA
  • KOLOM
  • VIDEO
  • INFOGRAFIS

© 2021 DIALEKTIS.CO - Managed by Aydan Putra. All rights reserved.