DIALEKTIS.CO – Sejumlah warga di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara menggelar aksi penolakan aktivitas tambang batu bara, Rabu (3/8) kemarin.
Ratusan masa tersebut menyebut aksinya mewakili suara warga tiga desa. Yakni, Desa Sumber Sari, Desa Sepakat, dan Desa Ponoragan.
Kepala Desa (Kades) Sumber Sari, Sutarno menyatakan warga dengan tegas menolak pertambangan baik legal mau pun ilegal di wilayahnya sebab berdampak langsung pada Sungai Pelay.
“Gejolak ini, salah satunya karena sumber mata air. Letak tambangnya jelas akan berdampak ke air sungai yang kami gunakan untuk mengaliri sawah,” ujarnya kepada awak media.
Kata dia, mayoritas warga di tiga desa tersebut mengandalkan mata pencaharian dari sawah. Keberadaan tambang mengancam sumber pangan dan penghasilan mereka.
Bagi mereka menjaga kelestarian alam dan lingkungan sama dengan menjaga sumber penghidupan. Mereka mau wilayahnya tetap menjadi kawasan tanaman pangan.
“Di sini cukup lengkap, ada hortikultura, pertanian, juga peternakan. Kalau tidak berdampak mungkin warga nggak akan begini,” tegasnya.
Lebih jauh, Sutarno menaksir jika tetap diljutkan sedikitnya 1.500.hektare akan turut menanggung akibat lingkungan yang ditimbulkan. Ia mengenakan, tidak ingin membiarkan anak cucu akan menerima dampak buruk pasca tambang.
Terangnya warga mendapatkan informasi soal adanya aktivitas tambang di wilayah desanya pada Kamis (28/7/2022) lalu. Informasi ini pun ditindaklanjuti dengan aksi penolakan.
Lokasi aktivitas tambang tersebut terletak di wilayah perbatasan antara Desa Sumber Sari dan Desa Loh Sumber. Sutarno dan masyarakat setempat meyakini bahwa aktivitas tambang yang ada tidak legal.
Sejauh ini pun, Sutarno tidak pernah menerima adanya laporan, koordinasi atau pun permohonan izin atas aktivitas yang terjadi di wilayahnya.
“Tidak ada izin sama kami, kemarin alatnya banyak, sekarang sudah ndak ada. Mungkin kemarin itu ada 10 alat di lokasi,” ujarnya.
Namun, Sutarno pun tak mengetahui apakah aktivitas pengangkutan sudah berlangsung atau belum. “Nggak tahu, karena jalurnya nggak lewat desa kami,”
Aksi warga di lokasi rencana pertambangan yang letaknya di perbatasan Sumber Sari dan Loh Sumber. Tidak berhasil menemui pihak penambang.
Namun warga dengan Polsek Loa Kulu pihak kepolisian bersepakat untuk memastikan aktivitas penambangan itu tidak lagi berjalan.
Sementara, salah satu petani sayur Haryono Usman mengaku, sangat merasakan dampak atas aktivitas tambang tersebut. Menurutnya, kondisi air sungai menjadi keruh dan tidak bisa digunakan untuk menyiram tanaman sayur miliknya.
Mulai dari sawi, bayam, kacang panjang, hingga tomat akan mati jika tidak disiram secara berkala. Setiap harinya, tanaman jenis harus disiram sebanyak dua kali, pagi dan sore. Jika tidak, maka tanaman-tanaman itu akan berjamur.
“Ini kerasa sekali, kami ke kebun mau nyiram air sudah nggak karuan (keruh). Kalau ada hujan baru jernih. Air itu keperluan kami sebagai petani,” terangnya.
Kata Haryono, bertani menjadi satu-satunya sumber mata pencarian warga setempat. Kalau sumber mata air yang digunakan tercemar, proses bertani akan sangat terganggu.
“Pasti terasa banget, kalau dipaksa siram dengan air yang keruh pasti rusak dan gagal panen,” pungkasnya. (*)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan klik link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join. Agar lebih mudah install aplikasi telegram dulu di ponsel Anda.
Discussion about this post