DIALEKTIS.CO, Samarinda – Senin (6/9/2021), Komisi II duduk bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim. Agenda tersebut membahas perihal realisasi pendapatan daerah.
Ditemui seusai rapat, Kepala Bapenda Kaltim Ismiati mengungkapkan bahwa untuk pendapatan seluruh komponen baik untuk retribusi, transfer atau pendapatan asli daerah (PAD) saat ini baru mencapai 52 persen. Namun untuk PAD saja sudah 60 persen.
“Kami tahu bahwa kemarin sempat berada di PPKM level 4. Jadi kalau dibilang tercapai, mesti dilihat dulu karena komponen pendapatan itu ada banyak,” beber Ismiati kepada awak media.
Dijelaskan Ismiati, semua harus mengikuti kondisi kenyataan di lapangan seperti apa. Sehingga belum tercapai hingga 100 persen. Perempuan berkacamata itu memberikan contoh untuk pendapatan retribusi yang masih perlu dikoreksi. Misalnya penyewaan gedung untuk acara perkawinan dan diklat yang saat ini berkurang.
“Berbicara PAD, retribusi itu sebenarnya masih masuk ke dalam komponen PAD. Jadi dengan tidak tercapainya retribusi, berarti tidak akan tercapai PAD-nya,” lanjutnya.
Dalam PAD, ada pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan keuangan daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah. Awalnya optimistis retribusi bisa didapat melalui penyewaan gedung untuk kegiatan tertentu. Namun kenyataannya tidak sebab PPKM dan kegiatan dibatasi.
“Hanya kalau secara teknis, jika ditanya PAD tercapai 100 persen atau tidak, saya katakan tidak karena memang kegiatan yang terbatas di masa pandemi lah salah satu pengaruhnya,” bebernya lagi.
Sementara itu, Kepala BPKAD Kaltim, Sa’duddin mengungkapkan bahwa terjadi defisit sekitar Rp 700 miliar karena penurunan transfer dana bagi hasil (DBH) dari pusat. Jumlah tersebut tidak berpengaruh terhadap APBD.
“Jadi itu risiko dan dihubungkan nanti. Biasanya belanja juga tidak tercapai sehingga bisa imbas. Namun Rp 300 miliar dari PAD, itulah nanti yang kami perhitungkan,” beber Sa’duddin kepada awak media.
Penurunan dari PAD disebabkan akibat orang yang menunda atau tidak membayar pajak di tengah pandemi. Selain itu, bergesernya anggaran perjalanan dinas dan belanja barang habis pakai juga menutupi. Hal itu sebagai salah satu upaya agar kebutuhan bisa tetap terpenuhi dengan memotong belanja-belanja yang kemungkinan bisa dikurangi.
“Di situ macam-macam. Ada Silpa sekitar Rp 300-an miliar. Kebutuhan sementara ini untuk penanganan Covid-19 sekitar Rp 200 miliar lebih. Kemudian beasiswa. Itu juga kami koreksi,” tambahnya.
Sa’duddin turut mengungkapkan bahwa perkembangan pengelolaan keuangan daerah hingga Agustus 2021 lalu baru mencapai 36 persen. Memang cukup rendah karena ada beberapa kegiatan yang terlambat. Salah satunya lelang.
“Tapi mungkin pada akhir tahun nanti, akan ngebut mengejarnya. Enggak sampai 100 persen. Target kami 90 persennya saja sudah cukup,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang menjelaskan bahwa secara garis besar, sumber pendapatan daerah datang dari DBH dan PAD. Hal tersebut pun dipertanyakan oleh pihaknya.
“Kalau DBH, dipengaruhi dari beberapa item. Termasuk penjualan BBM, penjualan sumber daya alam seperti gas dan batu bara. Kalau PAD, banyak bertumpu dengan pajak kendaraan,” beber Veridiana.
Terkait PAD, sebenarnya tempo hari sudah pernah diberikan relaksasi untuk pembayaran pajak. Namun malah menurun. Target setiap bulan senilai Rp 83 miliar tapi selama diberi relaksasi justru menurun hingga Rp 40 miliar lebih ketidaktercapaian itu.
Lalu, pihaknya juga menanyakan upaya BPKAD untuk menyiasati anggaran yang defisit. Disampaikan bahwa APBD Perubahan hanya sekitar Rp 300 miliar sekian. Sementara belanja daerah sekitar Rp 700 miliar.
“Ini juga baru prognosis. Prognosisnya begini, tahun lalu setelah kami mengesahkan APBD perubahan, tiba-tiba ada transfer terakhir pusat caturwulan ke-4 sebesar Rp 1,2 triliun. Karena tidak dicantumkan di APBD 2020, akhirnya terhitung jadi silpa. Itu kan pemandangan yang tidak bagus juga,” jelas Veridiana.
Terkait pendapatan, pihaknya meminta mengoptimalkan pendapatan dari BUMD. Sebab Pemprov yang memegang saham terbesar. (Frans/Yud).