DIALEKTIS.CO – Ancaman kekerasan, teror dan peretasan dialami jurnalis dan media yang tergabung dalam IndonesiaLeaks (IL).
“Komite mengecam segala bentuk teror terhadap jurnalis dan media, yang menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya,” kata Moh. Ridwan Lapasere, Wakil Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia dalam keterangan tertulis yang diterima dialektis.co, Rabu (9/6/2021)
Berdasarkan kronologi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), ancaman teror, peretasan dialami jurnalis dan media tim Indonesia Leaks diantaranya; Sebanyak 4 orang mengaku dari Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan.
Mereka mengikuti narasumber dan jurnalis IndonesiaLeaks saat berada di Kantor Tempo, pada Jumat 28 Mei 2021. Beberapa orang tak dikenal memfoto jurnalis Indonesia Leaks, saat melakukan wawancara dengan narasumber di Café Malik And Co, Sabang, Senin, 31 Mei 2021.
Ada upaya peretasan website Indonesia Leaks, Jumat 28 Mei 2021. Selain itu, ada tindakan penghapusan thread yang dibuat oleh akun sosial media Indonesia Leaks di Twitter, pada Minggu, 6 Juni 2021.
Juga ada upaya mengambil alih akun Instagram Tempo.co, pada Senin, 7 Juni 2021.
Kemudian ada pesan WA mencurigakan dari nomor tidak dikenal ke koordinator tim liputan investigasi beberapa media, sebelum naskah IndonesiaLeaks terbit, pukul 03.44 Wib, Minggu 6 Juni, yang menggunakan akun bisnis.
Selain itu, akun Instagram rumah produksi film WatchDoc Documentary juga diretas pada Minggu, 6 Juni. Peretasan ini seiring dengan rilis film dokumenter terbarunya yang berjudul KPK End Game.
Film ini menampilkan keterangan para pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Kata Ridwan Lapasere, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menduga, sederet teror terhadap kolaborasi sejumlah media tersebut, berkaitan dengan penerbitan liputan investigasi terkait dugaan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah lama membuat daftar nama 75 pegawai KPK, untuk disingkirkan melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Laporan investigasi yang diterbitkan awal pekan ini tersebut menulis bahwa TWK, diduga dirancang sejak awal, untuk membuang pegawai yang berseberangan dengan pimpinan KPK. Karena proses penyusunan peraturan tentang tes tersebut juga janggal, dengan metode dan ukuran kelulusan TWK yang tidak jelas parameternya.
Daftar nama 75 pegawai tersebut, disebutkan sudah ada jauh sebelum ide TWK muncul belakangan, saat pembahasan akhir peraturan komisi (Perkom) ihwal alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Peran Ketua KPK, Firli Bahuri disebutkan cukup kuat untuk memaksa ketentuan soal tes wawasan kebangsaan dalam aturan tersebut. Draft aturan tersebut kemudian dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM, untuk diundangkan.
“Rangkaian teror dan ancaman kekerasan terhadap jurnalis dan media tersebut, merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap jurnalis yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujarnya.
Terangnya, KKJ pun menyapaikan segala bentuk protes dan keberatan terhadap berita, harus ditempuh melalui mekanisme yang telah diatur Undang-undang, yakni melalui hak jawab, hak koreksi atau mengadukan ke Dewan Pers. (Yud/DT)
Discussion about this post