Oleh: Meriska Riska
DIALEKTIS.CO – Assalammualikum semua. Izinkan saya berbagi cerita tentang virus Covid-19 yang menghampiri kami sekeluarga.
17 Desember 2020 pukul 03.00 dini hari, Suami saya ke RSUD Taman Husada Bontang diantar anak Saya yang sulung setelah 2 rumah sakit menolak karena alasan demam yang sudah lewat dari 7 hari.
Iya, sebelumnya. Suami saya demam sudah sekitar 8 hari di rumah. Dan ketika di rumah Suami mengalami demam tiap menjelang maghrib, namun ketika pagi demam turun hanya menyisakan lemas.
Selama di rumh 2 kali Suami ke klinik untuk memeriksakan kondisi, dokter mengatakan suami radang. Namun di hari ke-3 suami mengalami diare, disusul saya pun mulai ikut demam juga.
Dihari ke-4 suami memeriksakan lagi kondisinya ke klinik, tes darah dan menjalani rapid tes.
Alhamdulillah tes darah dan rapid tes semua normal, Saya dan Suami merasa lega. Namun di hari ke-4 itu anak Saya yang SD berdua pun mengalami demam dan lemas.
Di hari ke-5 dan ke-6 Suami hilang nafsu makan. Padahal selama ini jika Suami sakit, tapi nafsu makannya gak pernah hilang.
Sempat sore itu saya antar ke Pak Mantri untuk disuntik, biasa Suami langsung segar.
Dihari ke-7, Suami sempat mengalami sesak nafas. Saya baluri minyak kayu putih dan bawang merah yang diiris-iris Alhamdulillah katanya enakan.
Hari ke-8 Suami mengatakan sudah tidak tahan sesaknya terasa bertambah. Langsung dibawa anak Saya ke rumah sakit.
Saya gak terlalu respon karena Saya pun juga masih demam dan lemas, jam 6 pagi Saya bangun cek hanphone (HP) anak Saya mengirim foto Suami sudah dipasang selang oksigen dan infus.
Jam 8 pagi dokter menelpon agar Saya datang ke rumah sakit.
Dokter mengatakan setelah rapid antigen 80 persen Suami terinfeksi virus Covid-19. Untuk lebih memastikan Suami akan menjalani tes swab siang itu juga.
18 Desember 2020 hasil swab keluar karena kami mengambil jalur mandiri. Semua atas kehendak Allah, Suami positif Covid-19.
Di situ Saya tersentak, Saya merasa juga positif. Karena gejala Suami persis seperti yang Saya alami. Kami dianjurkan karantina mandiri.
Berhubung tanggal 18 itu hari Jumat, saya dan anak-anak menjalani tes swabnya hari Senin 21 Desember 2020.
Hari-hari Saya hanya video call lewat WA sama Suami. Alhamdulillah Suami masih kuat, dihari ke-4 perawatan Saya disuruh dokter untuk tandatangan untuk pasang ventilator, karena oksigen yang biasa kurang maksimal.
Di hari ke-6 dokter mengatakan Suami kondisinya semakin menurun, karna sempat mengeluarkan gumpalan darah.
Dan di situ Suami sempat video call Saya dan mengatakan.
“Mah ini Ayah kuat-kuatin pegang HP, gerakin badan sedikit aja Ayah ngos-ngosan”.
Ya Allah begitu lemahnya dia sampai HP yang ringan aja susah buat megang. Alhamdulillah saya sempat minta maaf sama beliau.
Begini obrolan kami yang terakhir waktu itu.
“Ayah maafin kalo aku banyak salah, banyak meraju, sering marah. Cepat sehat ya yah”.
Suami hanya tersenyum, samar-samar suaranya saya dengar hanya bilang “Ayah sayang Mamah”.
Setelah itu Saya bilang mau tutup telpon, karena perawat sempat bilang ke Saya jangan sering-sering ditelpon biar Bapak gak tambah sesak.
Hari ke-7 Suami sudah gak ada pegang HP, karena chat Saya sudah gak dibalas.
Saya cek terakir beliau liat WA, kemarin waktu Saya video call-an.
Malam dokter mengatakan Suami kondisinya menurun, Saya kencangkan sujud dan berdoa semoga Allah memberikan kesembuhan.
Hari ke-8 sampai ke-9 Suami belum juga buka WA, hanya dokter yang selalu mengabari bahwa kondisi suami semakin menurun. Dokter sudah berusaha maksimal karena alat bantu pernafasanpun sudah terpasang.
26 Desember 2020 pukul 00:30 dokter menelpon Saya disuruh ke rumah sakit. Alangkah gemetarannya, sambil menguatkan hati saya pergi ke rumah sakit dan dokter mengatakan tepat pukul 00:20 Suami sudah tiada.
Suami meninggal dengan kadar gula darah yang tinggi, tekanan darah yang rendah dan virus yang sudah menyebar di tubuhnya.
Iya, Suami saya meninggal dengan penyakit penyerta diabetes. Dimana Almarhum, memang sudah setahun lebih menderita diabtes dan minum obat rutin tiap hari.
Lemas rasanya kaki, dengan tetesan air mata saya mohon izin kepad dokter untuk melihat Almarhum Suami untuk terakhir kalinya karna saya kan juga sudah terkonfirmasi positif Covid-19.
Dokter mengangkat ke dua tangannya dan memohon maaf, tidak bisa bu ini sudah prosedur Covid-19.
Dokter menyuruh Saya pulang, untuk mengabarkan ke keluarga. Dan proses pemakaman akan dilakukan pukul 09.00.
Di saat sedih pikiran kacau, saya juga harus menguatkan imun karena malam sebelumnya hasil swab saya dan dua anak Saya postif Covid-19. Alhamdullah, anak yang dewasa hasilnya negatif.
Saya pasrah, karena memang selama Almarhum Suami sakit, Saya dan dua anak saya yang positif sangat kontak erat. Hampir tiap malam kami mijitin. Apalagi saya yang memang makan dan minum sepiring dan segelas berdua.
Tepat pukul 9 pagi, pihak rumah sakit menyuruh anak kami yang negatif untuk siap-siap ke proses pemakaman. Alangkah terkejutnya saya dilarang hadir karena terkonfirmasi positif.
Dengan tangisan Saya mohon izin, untuk diizinkan walau pun Saya tidak melihat untuk terakhir kalinya. Mohon izin agar bisa menghadiri proses pemakamannya. Alhamdulillah diizinkan dangan syarat menjauh dari yang lain dan disedikan APD lengkap.
Dengan mengendarai motor Saya dan dua anak Saya yang positif pergi meski dibawah cuaca gerimis. Berusaha sekuat mungkin untuk kuat berbesar hati.
Selamat jalan Suamiku, tenang di sana. Kami di sini kuat dan akan selalu mendoakanmu.
Alhamdulillah di tengah kesedihan, Allah berbaik hati karena mangelilingi kami degan orang-orang yang sangat baik dan perhatian.
Di masa-masa karantina banyak bantuan yang datang, bukan hanya memberi semangat tapi juga dengan mengirimi kami beraneka vitamin, buah-buahan dan kebutuhan hari-hari lainnya.
Bahkan untuk kami makan sehari 3 kali ber 5 pun ditanggung tetangga. Saya benar-benar tidak masak sama sekali.
Terimkasih untuk semua Keluargaku, Tetanggaku, RT, para sahabatku, kantor tempat Almarhum bekerja dan semua teman-teman Saya dan Almarhum. Kalian luar biasa baiknya selalu suport Saya.
Alhmdulillah saat ini Saya dan anak-anak sudah sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa.
Buat yang baca ambillah hikmah dari cerita hidup Saya.
Tetap ikuti protokol kesehatan, kasihan para dokter dan perawat yang berjuang dengan virus di sekitarnya.
Lebih dekatkan diri kepad Allah, karena atas kehendaknya semua akan terjadi. (*)
Discussion about this post