DIALEKTIS.CO – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersolidaritas terhadap seluruh jurnalis independen di Hong Kong yang tetap gigih berjuang membela kebebasan pers di tengah tekanan luar biasa sejak UU Keamanan Nasional disahkan pada 30 Juni 2020.n
Undang-undang tersebut telah digunakan otoritas Hong Kong untuk memberangus kebebasan pers dengan menangkap jurnalis dan menutup paksa beberapa media independen.
Terbaru, situs berita online independen CitizenNews Hong Kong memutuskan untuk berhenti beroperasi per Selasa (4/1/2022) guna memastikan keselamatan jurnalisnya.
CitizenNews didirikan oleh sekelompok jurnalis pada 2017 dan memiliki lebih dari 800 ribu pengikut di media sosial.
Keputusan CitizenNews ini disampaikan pada Minggu (2/1/2022) selang tiga hari setelah polisi menggerebek dan menangkap setidaknya enam pekerja media online independen lainnya yaitu Stand News.
Para pekerja media Stand News dijerat dengan pasal penghasutan.
Mereka yang dihukum dapat menghadapi hukuman dua tahun penjara dan denda hingga 5.000 dolar Hong Kong ($640).
Mengutip AP, penggerebekan tersebut melibatkan lebih dari 200 petugas untuk mencari dan menyita materi jurnalistik dengan surat perintah berdasarkan UU Keamanan Nasional Hong Kong.
Stand News kemudian menyatakan website dan media sosialnya akan dihapus. Selain itu, semua pekerja Stand News juga telah diberhentikan.
Tahun lalu, Apple Daily juga ditutup operasionalnya setelah pemiliknya ditahan dan asetnya dibekukan dengan tuduhan pasal penghasutan.
Penutupan sejumlah media independen ini membuktikan lingkungan fisik dan hukum di Hong Kong tidak bersahabat dengan kebebasan pers. Pasal penghasutan digunakan untuk menjerat jurnalis dan media yang berujung kepada ketakutan dan penutupan media.
Tekanan otoritas Hong Kong terhadap komunitas jurnalis yang independen juga ditunjukkan lewat tindakan polisi Hong Kong mendatangi dan menahan Ronson Chan di rumahnya.
Ketua Hong Kong Kong Journalist Association (HKJA) dan Deputi Editor Stand News ini baru dibebaskan setelah memberikan pernyataan tertulis dan polisi menahan semua kartu ATM, kartu pers serta memeriksa alat-alat komunikasi elektronik miliknya.
Penutupan paksa media independen ini juga bertentangan dengan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menjamin kebebasan berpendapat, berekspresi, menyampaikan dan menerima informasi.
Otoritas Hong Kong sebagai bagian dari komunitas internasional sudah sepatutnya menjalankan ICCPR yang menjadi bagian dari hukum internasional tentang HAM PBB.
Untuk itu, melalui siaran persnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyampaikan tiga sikap tegas.
“Pertama, mendorong otoritas Hong Kong untuk membebaskan para jurnalis yang ditahan dengan tuduhan pasal penghasutan dan menghentikan kriminalisasi jurnalis dengan pasal tersebut. Tindakan ini secara nyata telah membuat jurnalis dan media menjadi takut dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik,” ujar Ketua Umum AJI, Sasmito, (6/1/2022).
Kedua, Mendorong PBB untuk segera mengambil tindakan guna memastikan kebebasan pers di Hong Kong dan melepaskan seluruh jurnalis yang ditahan.
Menurutnya, bantahan otoritas Hong Kong yang mengklaim tidak melakukan penindasan dan media menutup atas kemauan sendiri tidak berdasar.
Sebab tanpa ada penggerebekan dan kriminalisasi tersebut, tidak mungkin tiga media independen di Hong Kong akan menghentikan operasional mereka.
“Mendorong pemerintah Indonesia untuk menyerukan kepada otoritas Hong Kong berkomitmen dalam menjamin kebebasan pers. Indonesia yang menjadi mitra strategis Hong Kong memiliki peluang dalam memberikan saran perbaikan terkait praktik hak-hak sipil dan politik yang baik di Hong Kong,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, AJI adalah organisasi jurnalis yang misinya memperjuangkan kebebasan pers, meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan jurnalis. AJI memiliki 1.846 anggota yang tersebar di 40 kota.
AJI merupakan konstituen Dewan Pers dan menjadi anggota sejumlah organisasi internasional: International Federation of Journalists (IFJ), berkantor pusat di Brussels, Belgia: International Freedom of Expression Exchange (IFEX), berkantor pusat di Toronto, Kanada: Global Investigative Journalism Network (GIJN), berkantor pusat di Maryland, AS: Forum Asia, jaringan hak asasi manusia berkantor pusat di Bangkok, Thailand. (*)
Discussion about this post