DIALEKTIS.CO – Jenderal Min Aung Hlaing dikabarkan akan menjadi satu diantara kepala negara yang bakal menghadiri pertemuan khusus pemimpin ASEAN di Jakarta, Indonesia, 24 April mendatang.
Keikutsertaan pemimpin junta militer Myanmar ini merupakan perjalanan resmi perdananya ke luar negeri sejak melakukan kudeta yang menggulingkan pemimpin sipil hasil Pemilu, Aung San Suu Kyi.
Beragam reaksi di tanah air pun bermunculan menanggapi rencana kedatangannya. Salah satu tanggapan yang cukup keras pun datang dari Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA).
Juru Bicara PRIMA Farhan Abdillah Dalimunthe mendesak agar negara-negara di ASEAN, khususnya Pemerintah Indonesia menolak partisipasi pemimpin junta militer Myanmar dalam KTT ASEAN yang rencananya digelar di Jakarta akhir pekan nanti.
“Menerima kedatangan junta militer sama saja dengan melegitimasi kudeta militer, pembantaian terhadap masyarakat sipil dan pembunuhan demokrasi di Myanmar,” kata Farhan dalam cuitan di akun twitter pribadinya @farhandalimunte pada Selasa (20/4).
Baca juga: AJI dan GERAMM Desak Otoritas Myanmar Bebaskan Jurnalis yang Ditahan
Farhan juga menyerukan negara-negara di dunia dan khususnya ASEAN, agar tidak mengakui kekuasan dewan militer tersebut.
“Salah satu sikap tegas yang harus diambil adalah mengisolasi Myanmar dari berbagai forum internasional. Myanmar tidak diikutsertakan dalam beragam agenda ASEAN sampai mereka mau menyerahkan kekuasaan secara demokratis kepada rakyat Myanmar dan membebaskan Suu Kyi beserta tahanan politik lainnya,” tegas Farhan.
Sementara dilansir dari alaman kompas, pertemuan ASEAN itu sendiri diharapkan dapat mengatasi krisis yang sedang berlangsung di Myanmar. Junta militer secara konsisten membenarkan kudeta mereka dengan menuduh adanya kecurangan dalam pemilu yang digelar pada November 2020.
Amnesti
Berita tentang kehadiran pemimpin junta dalam pertemuan ASEAN di Jakarta mendatang berembus saat Myanmar akan membebaskan lebih dari 23.000 tahanan di seluruh negeri. Myanmar biasanya memberikan amnesti tahunan kepada ribuan tahanan untuk memeringati liburan Tahun Baru tradisional, alias Thingyan.
Tapi tahun ini, aktivis anti-kudeta menggunakan hari libur itu sebagai kesempatan untuk menguatkan aksi protes karena meningkatnya jumlah korban tewas dan penangkapan massal.
Seorang pejabat Myanmar yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan kepada AFP bahwa penjara di seluruh negeri akan mulai membebaskan lebih dari 23.000 orang.
Baca juga: Kudeta Militer, Rakyat Myanmar Tak Bisa Akses Facebook, Instagram dan WhatsApp
Pada Februari, junta membebaskan tahanan dalam jumlah yang sama. Beberapa kelompok hak asasi manusia pada saat itu khawatir langkah tersebut akan melonggarkan penjara sehingga dapat diisi untuk menahan penentang junta militer. Tepat sebelum Hari Angkatan Bersenjata, junta militer juga membebaskan sekitar 900 demonstran yang dipenjara.
Tetapi sejak kudeta militer pada 1 Februari, lebih dari 3.100 orang, sebagian besar dari mereka pengunjuk rasa dan aktivis anti-kudeta, telah ditahan menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Junta militer kini mengeluarkan surat perintah penangkapan setiap malam melalui media yang dikelola pemerintah. Penangkapan itu menargetkan selebritas, influencer, jurnalis, dan aktivis terkemuka dengan banyak pengikut di media sosial.
Sekitar 80 dokter juga telah ditetapkan sebagai buronan karena dianggap berusaha merusak perdamaian dan stabilitas. (*)
Discussion about this post