DIALEKTIS.CO, KUTIM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Hepnie Armansyah menyesalkan rendahnya realisasi serapan anggaran proyek multi years contract (MYC). Menurutnya, masih ditemukan pekerjaan yang persentasenya jauh di bawah target.
Hepnie Armansyah menyatakan dengan alokasi anggaran jumbo sedari awal proyek MYC diproyeksi jadi percepatan pembangunan daerah. Sayang dalam penerapannya, persentase serapan anggarannya sejauh ini masih rendah.
Terjadi perlambatan pembangunan dari target yang sebelumnya dicanangkan. Dampanya tentu yang dirugikan adalah masyarakat, lantaran tidak dapat menikmati pembangunan yang sudah dijalankan pemerintah.
“Memang proses lelang yang panjang menjadi salah satu penyebab rendahnya persentase serapan anggaran. Apalagi ada beberapa proyek baru lelang pertengahan tahun lalu (2023),” ungkap Hepnie Armansyah.
Politikus PPP itu menyebutkan, keterlambatan realisasi serapan anggaran yang sudah disepakati dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara DPRD dan Pemerintah Daerah, juga berpengaruh terhadap progres pembangunan yang saat ini tengah berjalan.
“Kan sudah tertuang di dalam MoU, setiap tahunnya alokasi anggaran MYC yang harus diserap,” sebut Hepnie Armansyah.
Sehingga jika progresnya lambat, maka yang dibayarkan hanya sesuai dengan persentase pekerjaan di lapangan. Sehingga, jika alokasi anggarannya Rp 10 miliar untuk 2023 dan realisasi pekerjaan rendah, maka akan menjadi sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) di tahun tersebut.
“Kan yang dibayar sesuai dengan progres pekerjaannya,” pungkas Hepnie Armansyah.
Untuk diketahui, keterlambatan pelaksanaan proyek pembangunan di Kutim memang mendapat sorotan banyak pihak. Bagaimana tidak, proyek MYC merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam dua tahun anggaran atau sampai masa jabatan kepala daerah berakhir, yakni 2023-2024.
Namun keterlambatan proses lelang membuat pekerjaan lambat dilaksanakan. Bahkan beberapa proyek MYC yang baru dijalankan Agustus 2023. Sedangkan dua proyek MYC, yakni pembangunan Masjid AT Taubah dan Pasar Modern di Sangatta Selatan dipastikan tidak dapat dijalankan. Padahal alokasi anggarannya mencapai Rp 60 miliar lebih. (adv)
Discussion about this post