DIALEKTIS.CO, Kutim – Pernikahan usia muda di Indonesia masih banyak dilakukan karena kontradiksi batas usia minimal perkawinan berpotensi menimbulkan multitafsir sehingga dapat menimbulkan potensi pelanggaran hukum berupa terjadinya banyak kasus perkawinan dibawah umur.
Menanggapi hal itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Yan mengatakan perceraian merupakan hak dari setiap pasangan yang dilajukan dan dilakukan atas adanya izin setelah melalui proses persidangan, apabila terdapat alasan – alasan perceraian yang dimaksudkan.
“Ini kan masalah hak pribadi, jadi kita ingin agar anak – anak muda, kalau mencari pasangan berpikir secara rasional, terutama dikalangan perempuan. Sehingga dalam memilih pasangan harus dipikir dengan matang”katanya saat ditemui, (2/7/2024).
Anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan itu, mengemukakan bahwa salah satu faktor penyebab perceraian terutama di usia muda, ialah faktor ekonomi.
“Faktor ekonomi menjadi salah pemicu adanya perceraian, sehingga mereka perlu mendorong untuk termotivasi dalam memperbaiki taraf hidup ekonomi dan berpikir secara dewasa dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga,” bebernya.
Lebih lanjut, Politisi Partai Gerindra itu, meminta kepada semua lembaga Pemerintahan Kabupaten Kutai Timur dan semua lapisan masyarakat untuk mensosialisasikan hal tersebut, sehingga dapat menekan angka perceraian.
“Kita berharap semua pihak baik pemerintah maupun lapisan masyarakat ikut terlibat, terutama dalam kajian keagamaan. Karena saya melihat di situ sangat efektif,” katanya.
“Meskipun KUA bertugas dalam mensosialisaikan hal itu, mereka pasti tidak sanggup dikarenakan terbatasnya aparat mereka. Ini juga merupakan tugas dan tanggung jawab kita, sehingga kedepannya angka perceraian itu bisa berkurang,” imbuhnya. (adv).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan bergabung saluran Dialektis.co di WhatsApp atau telegram di link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join.
Discussion about this post