DIALEKTIS.CO – Proyek pembangunan jembatan penghubung Desa Juk Ayaq dan Muara Pantun tengah menjadi sorotan. Proyek berskema tahun jamak (multi-years contract) senilai Rp 52 miliar itu terancam molor dari target pengerjaan yang ditentukan.
Salah satu penyebabnya adalah anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk proyek tersebut pada 2023 lalu tidak terserap optimal. “Padahal jembatan itu sangat dibutuhkan untuk membantu warga kami dalam menunjang aktivitasnya,” ucap Yan, ketua Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Kutim.
Proyek tersebut dipastikan akan berjalan semakin lambat, mengingat pada 2024, hanya teralokasi Rp 6 miliar untuk pengerjaan tahun berikutnya, seperti yang tertuang dalam memorandum of understanding (MoU) antara pemkab dan DPRD.
“Kalau itu tidak terserap, anggaran akan kembali menjadi SiLPA. Kalaupun mau digunakan, harus dibahas ulang secara menyeluruh. Tidak hanya mengenai anggaran di tahun jamak saja,” ucap politikus Partai Gerindra tersebut.
Yan pun meminta pemkab mengevaluasi kinerja penyelenggaran dan pelayanan secara konsisten, termasuk melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam mencapai sasaran program pembangunan yang sudah di tetapkan.
“Sehingga setiap pelaksanaan program pembangunan manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. Ini bentuk tanggung jawab dan cara pemerintah menjaga amanah dari masyarakat. Makanya segala sesuatu yang menjadi penghambat harus dapat dihindari,” pungkasnya.
Untuk diketahui, tidak sedikit kegiatan yang dikerjakan Pemkab Kutim melalui skema MYC terancam tak terselesaikan. Bahkan yang menjadi penyebabnya, yakni pekerjaan yang baru dimulai pada bulan Agustus tahun lalu. Sehingga pelaksana kegiatan memiliki waktu yang sempit untuk memaksimalkan kinerjanya. (adv)
Discussion about this post