DIALEKTIS.CO – Tiga Mahasiswi Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Mulawarman (Unmul) berinisial E, A dan S yang saat ini dalam tahap akhir jenjang studi dengan melakukan penyusunan tugas akhir diduga menjadi korban tindak pidana kesusilaan oleh oknum dosennya melapor ke Polisi.
Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum (FH) dan Pusat Studi Perempuan dan Anak (PUSHPA) Unmul mendampingi mahasiswa itu saat melapor ke Polres Kota Samarinda, Senin (29/8) Pagi.
Perwakilan LKBH FH Unmul, Alfian dalam rilisnya menyampaikan ketiga pelapor sangat keberatan dan dirugikan, sebab itu meminta kepolisan segera melakukan pemeriksaan terhadap terlapor atas dugaan tindak pidana kejahatan terhadap kesusilaan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 294 (2) KUHP.
“Demi tegaknya hukum dan rasa keadilan kami sudah sampaikan laporan resmi,” ujarnya.
Kronologis Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Korban pertama (E), pada sekitar tahun 2021, saat bertemu untuk pertama kalinya dalam bimbingan tugas akhir, terlapor meminta E untuk membawa camilan sebelum proses bimbingan tugas akhir terlaksana.
Hingga pada sekira awal bulan Februari tahun 2021. Saat pertemuan kedua, E menemui terlapor di ruangannya dan karena E tidak membawakan camilan, terlapor meminta E untuk membuka kaos kaki terlapor dan meletakkan kedua kakinya di paha E. Selanjutnya menyuruh korban untuk memijat kaki terlapor selama satu jam.
Setelah kejadian tersebut melalui pesan pada aplikasi Whatsapp beberapa kali terlapor meminta kepada E untuk menemuinya dan memijat. Tetapi tugas akhir yang dipersiapkan oleh E tidak diperiksa oleh terlapor sehingga E harus mengalami perpanjangan waktu yang tentu sangat berpengaruh dengan biaya perkuliahan yang semakin lama.
“E mengalami trauma serta kekhawatiran, terlapor terus menerus menginterprsentasikan impuls negative kepada pelapor dengan serangkaian tindakan yang mengarah pada kesusilaan dengan dasar bimbingan tugas akhir,” bebernya.
Korban kedua (A), pada Desember 2021, sebagai mahasiswi bimbingan terlapor. Melalui pesan Whatsapp terlapor meminta A untuk mengirimkan foto wajah, hingga A menemui terlapor di ruangan Laboratorium Sostek Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman dengan membawa parsel buah.
Pada bimbingan kedua terlapor duduk di meja, meminta A untuk memijat namun ditolak. Saat itu, terlapor mengatakan bahwa “Kamu sudah saya anggap anak sendiri”, akhirnya A memijat terlapor selama satu jam. Terlapor juga tidak memeriksa tugas akhir, hanya membicarakan hal-hal pribadi.
“Bahwa kerap kali dengan alasan bimbingan tugas akhir, terlapor meminta kepada A ditemui untuk dipijat dan meminta untuk diberikan beberapa makanan sebagai pungutan untuk proses bimbingan pada tugas akhir,” ungkapnya.
Korban ketiga (S), pada April 2022, S menghubungi terlapor melalui pesan Whatsapp untuk dilakukannya pertemuan bimbingan tugas akhir. S masuk ke ruangan terlapor di kampus. Selanjutnya, S diminta untuk menutup pintu ruangan dan meletakan kursi di samping terlapor.
Dalam proses tanya jawab, S tidak bisa menjawab pertanyaan terlapor, untuk selanjutnya terlapor menyentuh tubuh S pada bagian pipi, dan meminta S memijat terlapor selama satu jam. Setelah kejadian tersebut S mengalami trauma.
“S kerap diteror terlapor melalui pesan Whatsapp. Mengalami trauma kekhawatiran, terlapor terus menerus memberikan impuls negative kepada pelapor dengan serangkaian tindakan yang mengarah pada kesusilaan dengan dasar bimbingan tugas akhir,” pungkasnya. (Yud/DT).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan klik link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join. Agar lebih mudah install aplikasi telegram dulu di ponsel Anda.
Discussion about this post