DIALEKTIS.CO – Kepala Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Bontang, M Izzat Solihin mendukung Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) Yaqut Qoumas yang mengatur tentang penggunaan pengeras suara atau spiker di Masjid dan Musala.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antar masyarakat,” kata Izzat, Rabu (23/2/2022).Meski fungsi dari pengeras suara sebagai syiar agama Islam, namun penggunaannya mesti diatur. Baik bagi masyarakat secara luas maupun diluar Masjid.
Terangnya, pengeras suara terdiri dari pengeras suara dalam yang diarahkan atau difungsikan ke dalam ruangan. Sementara pengeras suara luar diarahkan keluar ruangan.
Baca juga: Jelaskan Aturan Toa Masjid, Yaqut Gunakan Ilustrasi Gonggongan Anjing
Berikut tata cara penggunaan pengeras suara:
- Waktu shalat subuh, sebelum adzan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau shalawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dengan jangka waktu paling lama 10 menit. Dan pelaksanaan shalat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.
- Waktu salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya sebelum adzan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau shalawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dengan jangka waktu paling lama 5 menit. Dan sesudah adzan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.
- Jumat, sebelum adzan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau shalawat/tarhim menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama sepuluh menit. Dan penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, shalat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.
- Pengumandangan adzan menggunakan pengeras suara luar.
- Kegiatan syiar Ramadhan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan upacara hari besar Islam:
a. Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadhan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadhan, dan tadarus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam.
b. Takbir pada 1 Syawal/10 Zulhijjah di Masjid atau Musala menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.
c. Pelaksanaan Shalat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar.
d. Takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Shalat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam.
e. Upacara peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam. Kecuali pengunjung tablig melimpah ke luar arena Masjid atau Mushola dapat menggunakan pengeras suara luar.
Sementara, suara yang dipancarkan melalui pengeras suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, yakni bagus dan tidak sumbang, kemudian pelafalan secara baik dan benar.
Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 desibel.
“Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat,” terangnya.
Lebih lanjut Izzat mengatakan mengenai aturan pedoman ini belum dilakukan pertemuan untuk mensosialisasikan secara resmi bagi masyarakat umum, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Penanggung Jawab (PJ) Muhammadiyah, dan PJ Nahdlatul Ulama dan sebagainya.
Alasannya pertemuan ini belum dilakukan, lantaran Kota Bontang masih dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level III. Namun, SE pedoman aturan pengeras suara ini sudah disebarkan melalui WhatsApp Group (WAG).
“Apabila dalam mensosialisasikan ada penolakan dari masyarakat, tentunya akan kami berikan penjelasan secara baik-baik,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post