Dialektis.co – Anggota DPR RI Komisi XII, Syafruddin mendesak Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, untuk memberikan sanksi tegas, terhadap 13 perusahaan yang terlibat dalam skandal jual-beli BBM bersubsidi.
Desakan ini disampaikannya menanggapi pengungkapan kasus yang ditangani Kejaksaan. Menurut Anggota Fraksi PKB itu, praktik yang melibatkan perusahaan-perusahaan tersebut dinilai telah merampas hak rakyat.
“Solar yang diperjualbelikan itu adalah BBM bersubsidi. Maka, mereka telah mengambil alih, atau dalam bahasanya, merampok hak rakyat,” ujarnya saat ditemui wartawan di sela-sela acara diskusi di Kota Samarinda, Minggu, (12/10).
Politisi daerah pemilihan Kaltim itu menegaskan bahwa sanksi yang diberikan tidak boleh hanya bersifat administratif. Bila perlu, evaluasi izinnya dan kalau terbukti, harus berbentuk pencabutan izin.
Baca juga: Beredar Surat Dirjen Minerba Stop Ratusan Izin Tambang, di Kaltim 36 Perusahaan
Syafruddin menyebutkan beberapa nama perusahaan yang tercatat di media. Ia mengaku awalnya tidak menyangka bahwa perusahaan di sektor pertambangan juga terlibat dalam permainan yang selama ini diduga hanya melibatkan mafia migas.
“Ternyata ada pihak perusahaan swasta yang bergerak di sektor pertambangan juga terlibat. Kita semua kaget. Ini menjawab keluhan masyarakat selama ini tentang kelangkaan dan kualitas BBM,” tuturnya.
Masalah Pengawasan Tambang dan Dana Reklamasi
Di luar kasus BBM, Syafruddin juga menyoroti persoalan pengawasan tambang di Kaltim. Ia mengkritik efektivitas Inspektur Tambang yang dinilainya tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol lapangan dengan optimal.
Kendala utama yang disebutkan adalah terbatasnya personel, kendaraan, dan anggaran operasional.
“Bayangkan, mereka mengeluh fasilitasnya terbatas, uang operasional terbatas, sedangkan untuk keliling mengawasi tambang butuh personel yang memadai,” jelasnya.
Oleh karena itu, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), ia meminta agar fungsi pengawasan dialihkan ke daerah dan jumlah personel Inspektur Tambang ditambah. Hal ini mendesak mengingat terdapat 60 perusahaan tambang berizin (legal) di Kaltim yang lalai membayar Dana Jaminan Reklamasi (Jamrek).
Syafruddin menegaskan, jika dalam waktu 60 hari perusahaan-perusahaan itu tetap tidak membayar Jamrek, DPR akan mendorong Kementerian ESDM untuk mencabut izin mereka.
“Ini terkait keberlangsungan reklamasi. Bagaimana mungkin negara memberi izin beroperasi, tetapi mereka tidak menyetor jaminan reklamasinya?” tandasnya.
Soroti Ketimpangan DBH dan Kasus Hutan Unmul
Pada kesempatan yang sama, Syafruddin juga menanggapi dua isu lainnya. Pertama, sebagai anggota Badan Anggaran, ia akan menyuarakan keadilan dalam pembagian Dana Bagi Hasil (DBH), karena dirasakan tidak adil bagi Kaltim jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Aceh.
Kedua, mengenai kasus penggarapan Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul), Syafruddin mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindak tegas pelaku, baik perorangan maupun korporasi, yang terbukti merusak kawasan tersebut.
“Jika kasusnya berakhir tidak jelas, saya akan memanggil Dinas Lingkungan Hidup untuk turun ke lapangan dan berkoordinasi dengan APH. Pelaku bisa dijerat dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana 3 hingga 10 tahun penjara,” tutupnya. (*).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan bergabung saluran Dialektis.co WhatsApp atau telegram di link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join.








Discussion about this post