DIALEKTIS.CO – Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman (Unmul), Kalimantan Timur Herdiansyah Hamzah turut memberi atensi terkait laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di lingkup Sekertariat DPRD Bontang.
“Saya sih tidak kaget dengan temuan BPK itu. Kan sudah jadi obrolan warga di warung kopi dan LHP BPK ini mengkonfirmasi kebenarannya,” ujarnya kepada wartawan, Ahad (18/9).
Menurutnya menyikapi hal itu, sedikitnya ada dua hal yang perlu dilakukan.
Yakni, pertama, aparat penegak hukum (APH) harus melakukan penyelidikan dugaan perbuatan melawan hukum dalam perkara ini.
Kata dia, memang benar ada upaya administratif untuk menyelesaikan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan.
“Biasanya diberikan waktu selama 60 hari sejak LHP BPK. Tapi meski demikian, APH tetap harus masuk untuk menyelidiki dugaan perbuatan melawan hukumnya,” tuturnya.
Kedua, pertanggungjawaban tidak boleh hanya dibebankan kepada sekretariat DPRD, tetapi APH juga harus menyasar anggota-anggota DPRD yang terlibat atau turut menikmati hasil dari dugaan penyelewengan anggaran perjalanan dinas ini.
“Logikanya, tidak mungkin sekretariat DPRD melakukannya tanpa perintah. Itu yang harus disasar oleh APH,” tegasnya.
Jadi harus dikejar siapa pelaku di lapangan, siapa yang menyuruh melakukan, dan siapa yang turut serta membantu melakukan.
Sekedar diketahui, sebelumnya ramai beredar lampiran LHP BPK yang memuat hasil pemeriksaan terhadap 140 pelaksana perjalanan dinas dengan nota hotel fiktif.
Hasil audit menyebut pelaku perjalanan dinas, tidak pernah menginap di hotel tersebut termasuk jumlah hari mereka menginap. Atas temuan itu, di temukanlah selisih pembayaran sebesar Rp. 414.962.614.
Temuan ini pun dinilai melanggar atau bertentangan dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah dan peraturan Wali Kota Bontang nomor 5 tahun 2020. (*)
Discussion about this post