DIALEKTIS.CO, Samarinda – Komite sekolah SMA Negeri 10 Samarinda, Selasa (8/6/2021), menyambangi Komisi IV DPRD Kaltim dalam rangka audiensi di gedung E lantai 1 Komplek DPRD Kaltim.
Ketua Komite SMA 10 Samarinda, Ridwan Tasa mengungkapkan bahwa lahan SMA 10 belum pernah dihibahkan kepada yayasan melati. Lahan tersebut merupakan aset Pemprov Kaltim berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA).
“Kemudian, sangat tidak memungkinkan dan kita sepakat tadi untuk SMA 10 tidak dipindah dulu. Jika dipindah, maka beberapa warga sekitar merasa keberatan. Sebab sistem penerimaan sekarang itu zonasi. Kemungkinan banyak anak-anak yang tidak sekolah di SMA,” beber Ridwan kepada awak media.
Menurutnya, hal itu akan merugikan masyarakat sekitar. Camat dan lurah setempat pun memberikan dukungan penuh kepada SMA 10 agar tetap berada di Samarinda Seberang.
Rabu (9/6/2021) besok, disepakati akan diadakan pertemuan lanjutan bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, biro hukum, sekretaris daerah (Sekda), dan asisten setdaprov terkait.
Kemungkinan, komite juga akan kembali dilibatkan dalam audiensi. Hal ini untuk mencari solusi bersama terkait permasalah SMA Negeri 10 Samarinda.
“Hanya berdasarkan dengan disposisi yang menurut ilmu pemerintahan, itu tidak memiliki kekuatan hukum. Karena itu belum menjadi keputusan atau kebijakan, sudah menjadi dasar mereka mengusir. Dan yang mengusir adalah yayasan,” lanjut Ridwan.
Ridwan menilai, tidak ada korelasi antara disposisi itu dengan yayasan. Dalam hal ini, pihak komite juga berharap supaya gubernur dan jajaran bisa lebih bijak menangani hal ini. Sebab pihaknya merasa khawatir.
Jangan sampai orangtua, siswa, alumni, dan masyarakat sekitar turut naik pitam akibat kesalahan dalam mengambil kebijakan.
“Saya kira belum bisa dijadikan sebagai dasar, karena itu baru disposisi. Surat di pinggirnya ada tulisan tangan. Harusnya itu sedang dalam proses. Harus keluar menjadi sebuah surat. Surat itu yang harus kita pedomani. Sampai saat ini kan belum ada,” tegasnya.
Ridwan juga menyebut seandainya sekian banyak anak yang menempuh kegiatan belajar-mengajar di Kampus A di Jalan H.A.M Rifaddin Samarinda Seberang dipindah ke Kampus B, Jalan Perjuangan Sempaja Selatan, maka kapasitas ruang kelas dan fasilitas lainnya belum memadai.
“Gimana mau sekolah? Sementara anak-anak kita ini adalah anak-anak berkualitas yang kita harapkan bisa lanjut kuliah ke luar negeri dan diterima di perguruan tinggi favorit. Saya kira, kita semua harus bijak. Kita juga tidak punya kepentingan apa-apa. Jangan dirugikan anak-anak,” lanjutnya lagi.
Ridwan menganggap bahwa selama ini lahan yang ditempati SMA 10 Samarinda adalah lahan pemerintah berdasarkan keputusan MA. Bangunannya pun dibangun atas APBD. Bukan pinjam pakai.
Dijelaskan Ridwan, pinjam pakai itu diberikan kepada yayasan pada 1984. Kemudian dicabut oleh gubernur dan yayasan keberatan hingga ke MA. Sampai keluar lah keputusan MA bahwa lahan itu milik pemerintah. Bangunan pun melekat.
Menurutnya, selama ini tampak tak ada masalah apapun. Kemudian timbul masalah secara tiba-tiba seperti ini. Ridwan juga menambahkan bahwa siswa Melati untuk tingkat SMP, SMA, dan SMK jumlahnya tak seberapa. Gedung dan asrama juga tidak digunakan semua.
“Kenapa sih kalau misalkan SMA 10 masih di situ sambil menunggu Pemprov memindahkan dan membangun yang representatif seperti yang dijanjikan gubernur, baru dipindahkan kan lebih bagus,” tambahnya.
Disdikbud Kaltim, DPRD, dan pihak sekolah juga sudah pernah meninjau langsung gedung education centre di Jalan PM Noor. Ridwan menyebut, gedung tersebut masih diperbaiki karena awalnya memang tidak dirancang sebagai sekolah.
Sekaligus dilengkapi dulu fasilitasnya. Dia mengaku tak masalah jika kegiatan belajar-mengajar siswa SMA 10 dipindah ke sana mengingat Pemprov pula yang merekomendasikan.
Ditemui di tempat yang sama, Ketua Komisi IV, Rusman Ya’qub juga menyampaikan bahwa ada beberapa tuntutan yang disampaikan pihak komite. Pertama, komite berkeinginan agar PPDB di Kampus A tetap jalan. Kemudian, SMA 10 tidak dipindah sampai Pemprov menyiapkan fasilitas di Kampus B.
“Memang di Kampus B itu, saya dan sekretaris komisi sudah lihat. Itu tidak layak dan ruangannya memang tidak cukup. Di sana fasilitasnya kurang dan posisinya terjal,” ungkap Rusman.
Mengenai gubernur yang ingin menyerahkan atau menghibahkan aset pemerintah kepada pihak mana pun, itu merupakan kewenangannya. Tentu ada prosedur namun Komisi IV tak mempersoalkan itu.
“Yang kita persoalkan ini di depan mata adalah kepentingan masyarakat yang ada di SMA 10 itu mestinya diperhatikan,” lanjut Rusman.
Disinggung soal disposisi, Rusman menyebut itu bukan dasar hukum. Namun merupakan dokumen internal. Anehnya, justru bocor ke pihak luar. Sehingga, disposisi bukan menjadi kekuatan untuk melakukan pemindahan. Sebab itu internal pemerintah.
“Komite itu mempersoalkan bahwa situasi yang belum layak di Kampus B tapi kok disuruh pindah? Dan yang suruh memindahkan itu yayasan. Bukan Pemprov, dalam hal ini Disdikbud. Perintahnya kan belum ada,” pungkas Rusman. (FMA/Yud).
Discussion about this post