DIALEKTIS.CO – Ketua Komite 1 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Andi Sofyan Hasdam mengakui wacana revisi Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) saat ini terus mencuat.
Hal itu disampaikan Sofyan Hasdam, saat bincang-bincang dengan sejumlah media di Kota Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (27/12/2024) Siang.
“Sikap DPD masih pecah. Tapi wacana mengevaluasi penyelenggaraan pilkada ini tengah bergulir,” ujarnya.
Menurutnya, meski saat ini terbilang kurang populis. Namun, harus tetap disampaikan ke publik bahwa wacana mengevaluasi penyelenggaraan pemilu dan pilkada tengah berlangsung.
Dijelaskannya, secara konstitusi landasan pemilihan demokratis temuat dalam UUD 45 Pasal 18 disebutkan pemilihan Walikota, Bupati dan Gubernur dilaksanakan secara demokratis.
Sementara demokratis menurut amanat reformasi ialah pemilihan melalui perwakilan dewan. Menurutnya hal itu ditunjukkan melalui UU 22 tahun 1999 yang lahir saat zaman kepemimpian Presiden Habibi.
“Makanya priode pertama saya (Walikota Bontang) dulu dipilih oleh DPRD. Barulah lahir UU 32 tahun 2004, pada waktu itu sebetulnya untuk pemilihan presiden. Tapi, saat itu kemudian mencuat sekalian saja pemilihan langsung diberlakukan juga untuk kepala daerah,” tuturnya.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan lima kali penyelenggaraan pemilihan langsung kepala daerah. Dinilai bukannya memberi dampak yang semakin baik, malah semakin buruk. Sehingga wacana untuk mengembalikan makna pemilihan kepala daerah tersebut mengemuka.
Dicontohkannya, mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD yang harus dibenahi ialah partai politiknya.
Bagaimana, mekanisme parpol mengusung calon secara berjenjang. Serta, mekanisme mengenalkan calonnya ke masyarakat. Termasuk lewat makanisme konfensi.
Sofyan menyatakan wacana ini juga membandingkan dengan mekanisme pemilihan di Amerika. Dimana pemilihan langsung baru dilakukan setelah melihat kesiapan masyarakatnya yang cerdas politik.
“Kita, langsung menerapkan. Akhirnya yang terjadi bukan yang terbaik terpilih. Tapi siapa yang mampu memberi uang. Ini fakta. Ini memang masih wacana yang belum pasti. Tapi, menurut saya pribadi. Sudah saatnya kepala daerah dipilih kembali oleh dewan,” paparnya.
Dari segi pengawasan. Pemilihan melalui dewan juga akan lebih mudah untuk dilakukan. Aparat hukum, Kejaksaan hingga KPK dapat secara langsung terlibat dalam proses pengawasan guna menekan potensi money politik.
“Kalau memang tetap pemilihan langsung, bagaimana mekanisme pengawasannya dapat diperketat. Saya kira itu wacananya yang mencuat seputar arah revisi Undang-undang Pilkada,” tambahnya.
Sementara saat ditanya, jika pemilihan dilakukan Dewan. Kemungkinan transaksional money politik akan beralih pada ranah partai politik.
Sofyan Hasdam, menjawab secara diplomatis. Ia menegaskan politik transaksional di partai politik tetap terjadi termasuk saat pemilihan langsung.
“Siapa bilang saat ini tidak ada transaksional partai politik. Faktanya, ini justru mendorong banyaknya partai politik tidak mengusung kadernya sendiri. Karena besarnya ongkos politik yang harus disiapkan,” terangnya.
Labih jauh, Sofyan Hasdam mengakui wacana ini bergulir setelah pernyataan Presiden Prabowo. Kata dia, sayangnya hal ini terlalu cepat dilempar ke publik. Mestinya melalui proses kajian terlebih dahulu. (*).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan bergabung saluran Dialektis.co WhatsApp atau telegram di link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join.
Discussion about this post