PONDOK Pesantren dan Panti Anak Yatim Al-Barokah di Kelurahan Bontang Lestari (Bonles), Kota Bontang, Kalimantan Timur merasa terkucil dan mendapat pandangan miring dari tetangga sekitar setelah berhembus kabar seorang santri positif Coronavirus Disease (Covid-19).
Sumaryono anggota Komisi II DPRD Bontang, selaku pendiri dan pemilik panti yang terletak di sebrang Perumahan Korpri tersebut menuturkan kejadian berawal pada Kamis (20/8), saat tiga orang santri berobat di Puskesmas. Dua orang menderita cacar dan satu santri mengeluh menstruasi selama sebulan tak berhenti.
Kata dia, sebelum berobat dilakukan test rapid, dua santri penderita cacar non-reaktif dan satu santri lainnya dinyatakan reaktif. Namun diperbolehkan pulang dan diminta melakukan isolasi mandiri.
Sebab itu, pihaknya memita untuk dilakukan rapid test massal sejumlah 25 0rang (21 santri dan 4 pengasuh). Namun, pada hari Sabtu (22/8) petugas Puskesmas hanya membawa 12 alat saja. Sehingga yang mengikuti test rapid hanya santri perempuan. Hal ini menimbulkan kecemasan pada santri Laki-laki.
“Hasil test 12 santri wanita non-reaktif. Tetapi dampak yang diterima santri dikucilkan bahkan untuk belanja saja seperti dijauhi, ini menyerang pesikis terutama santri pria yang belum test rapid,” ungkap Sumaryono kepada dialektis.co, Selasa (8/9).
Sumaryono mengaku turut khawatir, terlebih 10 hari sebelumnya pengasuh atau Kepala Pondok baru datang dari luar daerah (Jawa), meskipun telah melakukan isolasi mandiri dibangunan yang terpisah dengan santri.
Melihat hal itu, pada hari Minggu (23/8) ia melaporkan hal tersebut ke Public Safety Center (PSC) sekaligus meminta untuk segera dilakukan test rapid massal dan penyemprotan disinfektan di lingkungan pondok pesantren Al-Barokah.
“Kami sudah membuat surat permohonan resmi seperti yang diminta. Tapi hingga sepekan lebih tidak ada tindakan, sedangkan berita yang tersebar sudah begitu mencekam. Baru pada, Rabu (2/9) datang rapid test santri Laki-laki. kenapa tidak dipercepat padahal ini bisa saja jadi klaster baru,” kesalnya.
Ia pun menduga, tiga santri putra yang dinyatakan reaktif dari hasil rapi test tersebut terjadi akibat beban pesikis yang dialami setelah 10 hari menunggu dalam ketakutan.
“Total 4 orang yang hasil rapidnya reaktif telah dilakukan test swab di RSUD Taman Husada dan menunggu hasil. Mudahan negatif semua, yang saya sayangkan kenapa lambat sekali penanganannya,” tuturnya.
Sementara, saat dikonfirmasi juru bicara Tim Satgas Penanganan Covid-19 Bontang Adi Permana memilih irit bicara.
Meski begitu ia membenarkan, sejumlah santri pondok pesantren tersebut dinyatakan reaktif dan saat ini masih menunggu hasil uji swab.
“Sebenarnya bukan lama, tapi ada miskomunikasi masalah permintaan yang tidak nyambung informasinya,” terangnya.
Lebih jauh, Adi Permana menyatakan terkait hal tersebut pernyataan resmi menjadi kewenangan Kepala Dinas Kesehatan. Namun hingga informasi ini dipublis, dialektis.co masih kesulitan menghubungi. (Yud/DT).
Discussion about this post