Dialektis.co – Kelompok pengusaha meminta pemerintah agar tidak menaikkan tarif serta penerapan cukai baru di tahun depan.
Hal itu disampaikan menyusul komitmen pemerintah untuk tidak menerapkan tarif pajak baru maupun kenaikan tarif pajak yang sudah ada pada 2026.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W Kamdani menyatakan bagi dunia usaha, keberpihakan dan kepastian kebijakan pajak merupakan faktor penting dalam menjaga iklim investasi, stabilitas usaha, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, berfokus pada optimalisasi pemungutan pajak melalui peningkatan kepatuhan dan perbaikan mekanisme kepatuhan menjadi langkah lebih tepat dibanding menambah beban dunia usaha dan masyarakat.
Kendati begitu, ia menyoroti perlunya perhatian khusus untuk mengurangi tekanan pada sektor padat karya, khususnya industri makanan, minuman, dan hasil tembakau yang saat ini menghadapi beban ganda dari rencana kenaikan tarif cukai dan penerapan cukai baru.
Shinta menyebut sektor padat karya ini bukan hanya menjadi kontributor penting bagi penerimaan negara, tetapi juga penopang utama stabilitas lapangan kerja.
“Jika kebijakan kenaikan maupun penerapan cukai baru dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil industri padat karya, maka risiko pelemahan daya saing dan tergerusnya kesempatan kerja akan semakin besar. Padahal justru sektor ini yang selama ini menopang penerimaan negara dan menyerap jutaan tenaga kerja,” ujar Shinta dalam keterangannya, Minggu (7/9/2025).
Shinta berharap kebijakan tidak adanya kenaikan pajak dan pajak baru juga mencakup cukai, mengingat cukai juga tergolong penerimaan perpajakan.
Ia sebelumnya juga memberikan sejumlah masukan konstruktif di sektor perpajakan, khususnya terkait intensifikasi dan ekstensifikasi pajak harus dilakukan secara adil dan menciptakan level playing of field yang sama.
Terutama bagi wajib pajak (WP) yang sudah patuh, peningkatan efisiensi dan kepastian dalam proses restitusi pajak, yang sangat dibutuhkan dunia usaha untuk menjaga likuiditas dan mendorong roda perekonomian nasional.
Selain itu, dunia usaha mendorong adanya insentif tenaga kerja, energi, dan logistik yang lebih berpihak pada sektor padat karya.
Usulan mencakup percepatan restitusi PPN, skema diskon listrik LWBP, penurunan harga gas industri, insentif energi terbarukan, dukungan pembiayaan kredit, hingga perluasan cakupan dari PPh 21 ditanggung pemerintah (DTP) serta insentif fiskal dan non fiskal lainnya.
Dukungan menyeluruh ini diyakini akan memberi nafas baru bagi industri padat karya, memperkuat ketahanan usaha, dan menjaga stabilitas lapangan kerja nasional di tengah dinamika global dan tekanan domestik.
“Dengan kebijakan yang konsisten, aplikatif, dan implementasi yang efektif, APINDO percaya optimalisasi penerimaan negara dapat berjalan beriringan dengan peningkatan iklim usaha dan penciptaan lapangan kerja di tengah situasi yang dinamis,” jelasnya.
Pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam memperluas basis pajak dengan memetakan shadow ekonomi (aktivitas ekonomi yang di luar pantauan resmi otoritas pajak), meningkatkan kualitas administrasi perpajakan, serta memperbaiki layanan kepada wajib pajak agar kepatuhan meningkat secara sukarela.
Shinta menyatakan dunia usaha pada prinsipnya siap berkolaborasi dengan pemerintah untuk memastikan target penerimaan negara dapat tercapai tanpa mengurangi daya saing dan keberlanjutan usaha.
Sebelumnya, Kementrian Keuangan memastikan tidak ada pemberlakuan pajak baru maupun kenaikan tarif pajak di 2026. Meskipun target pendapatan negara naik 9,8% menjadi Rp 3.147,7 triliun, yang sumbernya paling besar dari penerimaan pajak yakni Rp 2.357,7 triliun atau tumbuh 13,5%. (*).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan bergabung saluran Dialektis.co WhatsApp atau telegram di link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join.
Discussion about this post