DIALEKTIS.CO – Peristiwa represi dalam aktivitas pertambangan andesit dan pembangunan bendungan bener, Wadas, Kabupaten Purworejo yang merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM dan Gubernur Jawa Tengah terus berlangsung.
Berbagai upaya untuk memecah belah masyarakat pun dilakukan. Dukungan terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah dilindungi oleh konstitusi dan harus dihormati oleh negara.
Guna menyuarakan terus apa yang dikehendaki masyarakat, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) bekerja sama dengan GEMPADEWA, WADON WADAS, LBH Yogyakarta, WALHI selenggarakan Pertemuan Akhir Tahun dengan agenda utama Kuliah Bersama Rakyat dan topik “Public Lecture Wadas Melawan”.
Agenda tersebut turut mengundang narasumber: Dr. M. Busyro Muqoddas (Ketua PP Muhammadiyah) Dr. Rina Mardiana (IPB Univercity) Dr. Herlambang P. Wiratraman (KIKA/FH UGM) Mbak Wiji (Warga Wadas) Pak Talabudin (Warga Wadas) Mbak Anis (Warga Wadas) Pak Siswanto (Warga Wadas) Mbah Marsono (Warga Wadas).
Lagu wadas melawan dikumandangkan, sebelum kuliah bersama ini dilakukan.
Dalam pembukaannya, Busyro Muqoddas mengingatkan pentingnya menjaga akal sehat dan kelestarian lingkungan hidup yang dilakukan oleh warga Wadas sebagai bagian dari rasa syukur dan mencegah keserakahan dan ketamakan.
“Melalui peran serta masyarakat sipil, seperti Muhammadiyah, NU, dan kampus, kita terus menyuarakan pendidikan dan kesadaran warga melalui agenda KBR,” kata Busyro.
Perwakilan warga Wadas, Mbah Sumarsono, menyatakan, banyak sekali peristiwa tipu muslihat yang libatkan warga dalam pelepasan lahannya, namun warga Wadas yang menolak tambang andesit tentu tidak akan mundur dan serahkan tanah yang turun temurun setidaknya hidupi mereka dengan cukup dan menjaga kelestariannya.
“Kita tidak mundur,” tegasnya.
Peneliti Pusat Studi Agraria Institut Pertanian Bogor (PSA IPB) yang juga pengurus KIKA, Dr.Rina Mardiana menyebutkan bahwa masyarakat harus konsisten dalam perjuangan tanahnya agar tidak direbut secara sewenang-wenang oleh negara atas nama PSN, perjuangan itu terjal dan berat, namun harus dilakukan agar dampak buruk sosio-ekologis tidak terjadi bagi warga Wadas.
“Jangan sampai perebutan paksa tanah (land grabbing) menjadikan warga korban, dan tentu efek multi-dimensinya akan terasa buruk bagi ekosistem lingkungan hidup dan hak warga negara,” serunya.
Dr.Herlambang P.Wiratraman, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) sekaligus penasehat KIKA mengingatkan tentang bahaya otoritarianisme negara yang menggunakan cara represi dan serangan serta ancaman bagi warga wadas.
“Tidak boleh atas nama pembangunan, negara dapat sembarangan merebut ruang hidup warga dan juga merusak ekologi SDA, apalagi mengancam keselamatan dan keamanan warga akibat tanah timbunan tambang andesit yang kelak dilakukan pada aktivitas pertambangan,” tambahnya.
KBR yang dilaksanakan Sabtu, 17 Desember 2022. Pukul 08.00-21.00 WIB di lokasi pertambangan Wadas diikuti oleh ratusan warga Wadas, dosen dari berbagai kampus di perguruan tinggi di Indonesia, mahasiswa, NGO, serta kelompok masyarakat sipil luas.
Titik penting pertemuan ini adalah:
Pertama, mendesak pemerintah menghentikan upaya merusak alam wadas dengan penambangan andesit.
Kedua, menghormati pilihan warga untuk tinggal dan mempertahankan tanah yang dimiliki turun temurun. (*)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan klik link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join. Agar lebih mudah instal aplikasi telegram dulu di ponsel Anda.
Discussion about this post