Senin (11/5) pukul 11:00 Wita awak dialektis.co menyusuri jalan poros Bontang-Samarinda, di Kilometer 18 mata kami tertuju pada sebuah lapak yang menjajakan berbagai macam buah. Langkah kami terhenti di lapak yang tampak kosong pembeli itu.
Awak dialektis.co mencoba berbincang dengan wanita paruh baya yang sedang berbaring sembari menunggu pembeli. Bulan suci Ramadhan pada tahun ini jauh sangat berbeda dirasakannya dari sebelumnya.
Namanya Te’ne (38), ia mengaku hingga pertengahan Ramadhan kali ini bisnisnya cukup terpukul. Tak lain karena mobilitas di sepanjang jalan poros itu drastis berkurang semenjak pandemic Covid-19 dua bulan terakhir.
“Hari ini belum ada laku sama sekali. Yang dijual seperti jeruk bali, pisang timun suri atau blewa,” ucap perantau asal Kota Makassar yang telah menetap di Desa Danau Rendan,Teluk Pandan, Kutim sejak tahun 2003 itu.
Te’ne membandingkan omzet yang ia terima saat Ramadhan. Jika tahun lalu, saat padat kendaraan arus mudik, ia mampu meraih keuntungan hingga Rp 2 juta per hari. Namun tahun ini Rp 200 ribu per hari sudah syukur, sebab terkadang tidak ada yang beli sama sekali.
“Sebenarnya suami ragu kasih izin untuk buka jualan karena jalanan sepi, tapi saya coba yakinkan suami untuk berusaha dulu yang penting ada yang ditunggu,” katanya.
Ironisnya, Te’ne dan Suami benar-benar sorang pedagang, hasil jualan menjadi sumber utama penghasilan keluarga ini. Buah yang dijual, ia beli dari warga sekitar yang memang dikenal sebagai wilayah penghasil buah-buahan perkebunan, pemasok ke Samarinda dan Kota Bontang.
Senada, Nagawati (49) warga yang menetap tidak jauh dari lapak Te’ne. Ia mengaku memilih menutup dagangannya sembari menunggu kodisi normal kembali.
Kepada media ini, Nagawati berkeluh kesah soal bantuan Pemerintah. Ia mengaku dirinya tidak mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT), sebab sudah mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Pemerintah Pusat. Akan tetapi bantuan tersebut dirasa kurang maksimal disaat kondisi seperti ini.
“Dari PKH saya Rp 700 ribu rupiah dan itupun tiga bulan sekali. Sedangkan bantuan yang BLT kan Rp 600 ribu perbulan, dari Presiden juga belum ada sampai sekarang,” keluhnya. (Jisa/Yud/DT).