DIALEKTIS.CO – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama LBH Pers meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melindungi jurnalis Tempo, Nurhadi sebagai pembela HAM.
Perlindungan ini penting untuk memastikan pemerintah mengusut tuntas kekerasan yang dialami Nurhadi dan memastikan tidak ada kekerasan berulang pada jurnalis lainnya yang bekerja untuk pemajuan dan perlindungan HAM.
Permintaan itu disampaikan saat AJI dan LBH Pers mendatangi Komnas HAM pada Jumat pagi 16 April 2021. Mereka menyerahkan surat pengaduan atas kekerasan yang menimpa Nurhadi saat menginvestigasi kasus suap pajak yang dilakukan pejabat Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji, pada 27 Maret 2021.
Surat pengaduan diterima oleh Beka Ulung Hapsara, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM. AJI menilai Komnas HAM dapat memberi perlindungan tersebut sesuai Peraturan Komnas HAM No. 5 tahun 2015 tentang prosedur perlindungan terhadap pembela HAM.
Baca juga: Jurnalis Tempo Disekap dan Dianiaya ketika Liputan di Surabaya, Ini Kronologinya
Dalam peraturan ini, definisi pembela HAM adalah orang dan/atau kelompok dengan berbagai latar belakang termasuk mereka yang berasal dari korban, baik secara sukarela maupun mendapatkan upah yang melakukan kerja-kerja pemajuan dan perlindungan HAM dengan cara-cara damai.
Ketua umum AJI Indonesia, Sasmito menjelaskan, sesuai Peraturan Komnas HAM tersebut, jurnalis Nurhadi memenuhi kualifikasi sebagai pembela HAM. Sehingga dengan pengaduan atas kekerasan yang menimpa Nurhadi, Komnas HAM harus terlibat untuk mengawal kasus ini.
“Kami berharap Komnas HAM mengawal kasus ini agar memastikan seluruh proses penanganan dan peradilan kasus ini bisa berjalan dan pelaku bahkan otak pelaku kekerasan bisa diproses dan dijatuhkan hukuman di pengadilan,” kata Sasmito, 16 April.
Secara internasional, kata Sasmito, keberadaan pembela HAM juga telah diakui melalui pengesahan Deklarasi tentang Pembela Hak Asasi Manusia pada 1998 oleh Perserikatan Bangsa-bangsa.
Sehingga pembela HAM memiliki hak atas perlindungan, dan merupakan tanggung jawab negara untuk memastikan perlindungan ini, sehingga pembela HAM dapat melaksanakan pekerjaan mereka yang penting dan sah.
Baca juga: Jurnalis Bontang Gelar Aksi Solidaritas Lawan Kekerasan Pers
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara, mengatakan, jurnalis adalah pilar demokrasi yang memegang peran penting membangun peradaban demokrasi dan HAM.
Oleh karena itu, perlindungan terhadap kerja-kerja jurnalis dari intervensi dan kekerasan harus menjadi arus utama oleh semua lembaga termasuk lembaga penegak hukum.
“Harus ada perlindungan yang utuh terhadap jurnalis. Karena posisi jurnalis ini bukan hanya pembawa fakta namun juga sebagai pembela HAM,” kata dia.
Sebelumnya, LBH Pers juga telah melaporkan kasus Nurhadi ke Divisi Propam Mabes Polri karena sejumlah anggota polisi diduga sebagai pelaku. Kasus Nurhadi saat ini masih dalam penyelidikan Polda Jawa Timur dan akan memasuki gelar perkara pada Senin 19 April 2021.
Seperti diketahui, Nurhadi menjadi korban penganiayaan saat melakukan reportase di Gedung Samudra Bumimoro, Sabtu (27/3/2021) malam.
Di sana, Nurhadi berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Lawan Kekerasan Jurnalis, Koalisi Pers di Banjarmasin Gelar Aksi Solidaritas
Saat itu di lokasi sedang berlangsung pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan putri Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim. Dalam peristiwa tersebut, Nurhadi tak hanya dianiaya oleh para pelaku yang berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang.
Pelaku juga merusak sim card di ponsel milik Nurhadi serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel tersebut.
Setelah peristiwa itu, Nurhadi melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim dengan didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, KontraS, LBH Lentera, dan LBH Pers.
Kasus Nurhadi bukan kekerasan pertama pada jurnalis di Indonesia. Dari data advokasi yang dihimpun oleh AJI Indonesia, sejak 2006 terdapat 848 kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Persentase terbanyak terjadi pada tahun 2020 yakni 84 kasus kekerasan. Sebagian besar kasus kekerasan pada jurnalis selama ini tidak pernah diusut dan dapat menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers. (*)
Baca juga: Kasus Kekerasan Jurnalis Nurhadi Harus Jadi Momentum Konsolidasi Nasional
Discussion about this post