DIALEKTIS.CO – Selamat tinggal KUHPidana, dahulu bernama “Wetboek van Strafrecht voor Nederland-Indie” yang kemudian diubah menjadi “Wetboek van Strafrecht”
Kitab hukum pidana warisan zaman penjajahan kolonial VOC dan Belanda yang diberlakukan di NKRI berdasarkan UU 1/1946 jo. UU 73/1958 jo. Perpres 1/1965 jo. UU 7/1974 jo. UU 4/1976 itu kini sudah ada gantinya.
Hal itu menyusul telah disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) oleh DPR RI bersama Pemerintah melalui sidang paripurna, Selasa (6/12/2022).
Baca juga: Tolak Pengesahan RKUHP, AJI Samarinda Kirim Karangan Bunga ke Pemprov dan DPRD Kaltim
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, pengesahan UU KHUP adalah sejarah baru dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia.
“Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak 1963,” ujar Yasonna dalam keterangannya.
Kata dia, selama ini UU KUHP memang mengacu pada hukum peninggalan Belanda. Ia menilai hal ini tak patut dipertahankan lagi, sebab sudah tidak relevan lagi.
“Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia,” katanya.
Rapat diwarnai interupsi dari PKS dan Demokrat. Selama pembahasan RUU KUHP banyak mendapat kritikan.
Salah satu yang ramai diperbincangkan adalah pasal penghinaan terhadap Presiden. Banyak yang menganggap pasal karet itu mencerminkan presiden yang anti kritik.
Baca Juga: Berikut 19 Pasal RKUHP yang Dituntut AJI Dicabut, Membahayakan Kebebasan Pers
Yasonna mengakui bahwa penyusunan RUU KUHP memang tidak selalu mulus. Banyak partai kontroversial yang memicu demonstrasi. Selain pasal penghinaan presiden ada juga pasal pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, dan penyebaran ajaran komunis.
Yasonna menerangkan bahwa semua pasal itu sudah melalui kajian mendalam. Jika masih ada yang tidak sepakat, masyarakat dipersilahkan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK,” kata dia.
UU tersebut disahkan dalam rapat paripurna ke-11 masa persidangan II tahun sidang 2022-2023 hari ini. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Hadir pula pimpinan lainnya: Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Lodewijk F Paulus. Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani tidak terlihat di sana. (*)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan klik link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join. Agar lebih mudah instal aplikasi telegram dulu di ponsel Anda.
Discussion about this post