DIALEKTIS.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut KR dan MT, terdakwa perkara dugaan korupsi di PT Bontang Migas dan Energi (BME), masing-masing pidana penjara delapan tahun.
Kasi Pidsus Kejari Bontang, Ali Mustofa mengatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
“Diatur dalam pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU 31/1999. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20/2001. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP sebagaimana dakwaan primair,” kata Ali.
Selain itu kedua mantan petinggi BUMD tersebut juga dituntut membayar denda sebesar Rp 250 juta. Dengan ketentuan apabila dalam satu bulan pasca putusan inkrah terdakwa tidak mampu membayar maka diganti pidana kurungan selama enam bulan.
“Terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 237.093.262,” ucapnya.
Jika pasca satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, terdakwa belum bisa membayar uang pengganti maka aset dan harta bendanya bisa disita oleh jaksa. Kemudian dilelang untuk menutupi kekurangan tersebut.
Namun bila nilainya tidak cukup maka diganti dengan penjara selama dua tahun enam bulan.
Selanjutnya sidang akan kembali digelar pada pertengahan pekan ini. Dengan agenda pembacaan duplik.
Sebelumnya terdakwa KR membenarkan ada pengeluaran keuangan di luar RKAP.
“Dalam mengeluarkan uang terdakwa tidak sesuai aturan dan SOP,” tutur dia.
Menurutnya jika program tidak tertuang di RKAP masih bisa dilakukan. Syaratnya dengan menggelar RUPS. Dengan pemilik saham.
Komponen yang tidak tertuang dalam RKAP meliputi Surat Jalan Antar Lokasi Kerja Rp 48.326.500, Beban Keuangan SPPD Rp 42.013.000, Konsumabel Kantor Rp 11.200.336, Beban Lain-Lain Rp 1.740.000, Kesejahteraan Karyawan Rp 6.800.000.
Di tambah Employee Gathering Rp 61.798.700, Lembur Pegawai Rp 18.771.245, dan Pemberian Pesangon Rp 40.174.254. Pos ini jika dijumlahkan menjadi Rp 230.824.035.
“Jika dijumlahkan sesuai kerugian negara sebesar Rp 474 juta. Kalau misal ada RUPS itu sah. Tetapi ini tidak ada,” ucapnya.
Sementara untuk terdakwa MT juga membenarkan menerima pesangon kendati tidak tertuang dalam RKAP. Meskipun membenarkan, namun terdakwa masih merasa tidak bersalah atas perbuatannya.
Selama kurun 2016-2017 pihak Inspektorat tidak melakukan audit ke PT BME. Pihak perusahaan justru hanya mengandalkan perhitungan akuntan publik yang ditunjuk atau pihak ketiga.
Ahli justru menuturkan inspektorat, BPK, dan BPKP boleh melakukan pemeriksaan. Akibatnya terdakwa juga membantah perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh inspektorat atas kasus ini.
Selain itu, terdakwa juga mengandalkan raihan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Tetapi justru berdasarkan perhitungan ada kerugian sekira Rp 300 juta.
Namun, JPU tidak mengetahui kerugian itu dari sektor apa. Karena perhitungan masih bersifat global. Bukan audit investigasi. (AK)
Discussion about this post