Angka penderita HIV/AIDS di Indonesia mesti jadi perhatian, untuk itu upaya mengakhiri penyebarannya perlu andil semua pihak. Hal tersebut mencuat dalam kegiatan media briefing secara virtual, Senin (30/11) di Gedung Kemenkes, Jakarta.
Dalam pemaparannya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid mengungkapkan tahun 2020 ini Kemenkes telah bisa melakukan tes khususnya untuk HIV, Sifilis, dan Hepatitis kepada 1,7 juta ibu hamil.
“Dari 1,7 juta ini kurang lebih 0,3% nya positif HIV/AIDS,” ujarnya.
Diakui dr. Nadia, selama masa pandemi Covid-19 penanganan masalah HIV/AIDS menjadi terhambat. Bahkan, program-program kesehatan lainnya juga mengalami kendala.
Dijelaskannya, telah banyak yang dilakukan sejak kasus pertama HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987 dan kemudian menjadi program nasional di Kementerian Kesehatan. Di awal tahun 2012 estimasi orang dengan HIV/AIDS di Indonesia ada sekitar 630 ribu. Estimasi ini cukup baik karena kemudian angkanya turun menjadi 543 ribu di 2018.
“Jadi ini merupakan kerja bersama kita dan kerja semua. Tidak bisa hanya oleh sektor kesehatan saja, di berbagai lintas sektor dan lintas program ikut terlibat dari mulai upaya pencegahan sejak tentunya remaja, bagaimana mengubah perilaku beresiko seksual, ataupun bagaimana pengobatan dan sehingga seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS tidak jatuh pada kondisi terpuruk dan tetap beraktivitas secara normal,” terangnya.
Kata dia, sangat penting menguatkan komitmen untuk berupaya mencegah ibu hamil yang positif HIV/AIDS menularkan kepada anaknya. Ini juga sebagai upaya menghasilkan SDM yang berdaya saing dan nanti akan berkontribusi pada pembangunan secara umum.
Jelasnya, langkah awal yang dilakukan adalah mencegah anak yang dilahirkan tidak terinfeksi HIV/AIDS melalui Program Aku Bangga Aku Tahu. Kemenkes juga berusaha mengurangi stigma dan diskriminasi yang dirasakan orang dengan HIV/AIDS.
Dengan program Aku Bangga Aku Tahu, Kemenkes mengajak semua orang untuk mengetahui status HIV/AIDS nya.
“Supaya memastikan pada saat nanti berkeluarga dan kemudian berencana untuk memiliki keturunan dipastikan sudah mengetahui status HIV/AIDS nya,” ujar dr. Nadia.
Sementara, Ketua PP Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi dr. Ari Kusuma J, Sp. OG mengatakan untuk mengakhiri HIV/AIDS terdapat 3 ukuran yakni pertama zero infeksi baru, zero kematian akibat HIV/AIDS, dan zero diskriminasi.
Menurutnya, infeksi baru harus ditekan seminimal mungkin. Ditargetkan sebanyak 90% orang dengan HIV/AIDS mengetahui statusnya. Selanjutnya, terkait zero kematian akibat HIV/AIDS diukur dari 90% orang dengan HIV/AIDS diobati atau menjalani pengobatan ARV.
“Ketiga zero diskriminasi, yakni 90% orang dengan HIV/AIDS tidak merasa terdiskriminasi. Kita melihat masih banyaknya diskriminasi terhadap anak-anak dengan HIV/AIDS baik oleh keluarganya maupun oleh masyarakatnya masih mengalami stigma dan diskriminasi,” kata dr. Ari.
Ia menambahkan penanganan HIV/AIDS harus menjadi komitmen bersama. Untuk sampai ke sana memang tidak bisa bekerja seperti pemadam kebakaran, sudah kejadian barulah bergerak, tetapi kita mulai dari pencegahan penyakit menular pada perempuan usia produktif.
“Di sinilah pentingnya pendidikan seksual, memahami kesehatan reproduksi bagi remaja,” pungkasnya. (Yud/DT).
Discussion about this post