DIALEKTIS.CO – Ketua Bapemperda DPRD Samarinda, Samri Shaputra angkat bicara terkait batanya Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW), lantaran adanya penolakan dari lima Fraksi di DPRD setempat.
“Kami tegas, meminta untuk menunda terlebih dahulu,” ujarnya kepada awak media.
Terangnya ada beberapa hal yang menjadi dasar penilaian legislator agar tidak dulu disahkan. Diantaranya, adanya persetujuan substantif yang dikeluarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN).
Padahal persetujuan tersebut seharusnya muncul setelah mendapat persetujuan antara Pemkot dan DPRD Samarinda. Jika tetap dipaksakan, hal ini dinilai dapat menjadi persoalan hukum.
“Kami selaku Bapemperda belum pernah membahas tiba-tiba dibuatkan kesepakatan. Tandatangan kedua belah pihak yang itu mengatasnamakan DPRD bahwa itu sudah menyetujui itu harusnya jadi landasan utamanya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Samri Shaputra menyampaikan proses sosialisasi juga luput dilakukan. Kerena itu, memunculkan aduan dari masyarakat. Baginya sosialisasi publik sangat penting, agar diyakini Raperda RTRW yang akan disahkan memenuhi harapan masyarakat.
Tegasnya, penetapan Perda harus tetap disahkan bersama. Tidak ada boleh ada kewenangan yang hanya mengesahkan satu pihak seperti yang ingin dilakukan Pemerintah Kota Samarinda.
Di sisi lain, dirinya juga menyoroti adanya kejanggalan prosedural dalam pembentukan Raperda menjadi Perda tersebut.
Hal itu disebabkan adanya tanda tangan Ketua DPRD Samarinda pada kesepakatan berita acara yang dikirimkan kepada Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan persetujuan subtansi.
“Menurut pengakuan dari Ketua DPRD Haji Sugiyono dia jelas mengatakan bahwa itu bukan tanda tangan beliau, itu disaksikan oleh Forkompinda dan semua OPD yang ada,” tegasnya.
Samri mengingatkan bahwa dugaan pemalsuan tanda tangan Ketua DPRD Samarinda itu wajib diperjelas.
“Kalau begitu kami takut untuk mengesahkan, itu menurut Sugiyono tandatangannya di palsukan, menurut Ketua DPRD dan fraksi PDI Perjuangan sudah menyatakan juga itu salah satu dasarnya PDI Perjuangan juga tidak mau ikut dalam paripurna,” terangnya.
Samri menjelaskan bahwa munculnya berita acara persetujuan Raperda harus melalui paripurna sedangkan paripurna tidak pernah ada yang membahas berita acara persetujuan tersebut.
‘Harusnya kesepakatan kedua lembaga melalui mekanisme paripurna, ini tidak ada paripurna tiba-tiba ada kesepakatan ini,” ungkap Samri.
Sekedar diketahui, sebelumnya sikap legislator terbelah. Lima fraksi menolak dan tiga fraksi mendukung pengesahan. (*)
Discussion about this post