DIALEKTIS.CO – Wacana revisi Peraturan Wali Kota (Perwali) nomor 6/2018 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pertanggung Jawaban Dana Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bontang, tengah bergulir.
Salah satu point utama yang akan diubah. Yakni, Pasal 9 dalam Perwali tersebut yang mengatur perihal bantuan sosial (bansos) untuk rumah ibadah.
Diketahui, tertuang dalam pasal itu bahwa dana hibah untuk bansos sarana prasarana pendidikan dan rumah ibadah maksimal Rp150 juta per dua tahun. Serta bantuan tidak bisa disalurkan setiap tahun berturut-turut.
Wali Kota Bontang Basri Rase menyatakan pihaknya akan turut melibatkan sejumlah pihak termasuk akademisi untuk memastikan revisi Perwali tersebut berjalan sesuai aturan yang berlaku.
“Dulu kita bisa maksimal membantu tempat ibadah dan pondok pesantren. Saya ingin Perwali hibah direvisi,” kata Basri saat peresmian bedah Pondok Pesantren Darul Qurra’, Kamis (31/1/2022) lalu.
Terangnya masih banyak tempat ibadah yang secara sarana dan prasarana perlu mendapatkan bantuan. Kata dia, pembatasan nilai bantuan dalam Perwali hibah akan menjadi perhatian dalam revisi.
Sementara sebelumnya, desakan untuk merevisi Perwali Hibah tersebut juga disuarakan oleh Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Bontang Sumaryono.
Menurutnya pembangunan rumah ibadah dengan pembatasan dana Rp150 juta per dua tahun dinilai sangat tidak optimal. Maka tak heran ditemukan sejumlah rumah ibadah, utamanya Masjid ada yang belum selesai namun terpaksa difungsikan.
“Bansos untuk rumah ibadah yang diberikan dibatasi nilainya oleh perwali, sehingga banyak rumah ibadah yang terbengkalai pembangunannya. Di antaranya Masjid Al-Hidayah Gunung Sari dan Masjid An-Nur Gunung Telihan,” ungkapnya, beberapa waktu lalu.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang), Amiruddin membenarkan revisi Perwali Hibah itu sedang dikerjakan.
Pasal 9 poin c, terkait nominal bantuan hibah sarana dan prasarana pendidikan dan rumah ibadah menjadi poin yang akan direvisi. Rencananya, jumlah maksimal bantuan tidak boleh melebihi 50 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Misalnya, PAD senilai Rp 200 miliar. Artinya tidak boleh melebihi Rp 100 miliar.
“Hibahnya tidak boleh melebihi batas maksimal. Namun, hingga kini revisi masih terus dilakukan,” kata Amiruddin.
Dilanjutkan Amir, tahapan saat ini ialah, konsultasi publik dilingkungan Pemerintah Kota Bontang. Selanjutnya, proses tersebut menunggu persetujuan Wali Kota dan konsultasi biro hukum Provinsi Kaltim.
“Targetnya 2022 ini rampung. Dan bisa segera diberlakukan,” pungkasnya (Yud/DT).
Discussion about this post