DIALEKTIS.CO – Menteri Luar Negeri negara-negara Arab menegaskan kembali “solusi dua negara” sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah Palestina.
Dalam pertemuan darurat pada hari Senin (8/2) ini, di Kairo, Mesir, dibahas perkembangan perjuangan Palestina dan dukungan perdamaian sebagai syarat untuk mengakhiri pendudukan.
Sekretaris Jenderal Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit, mengatakan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan masalah Palestina.
Dia menekankan bahwa pendudukan Israel atas Palestina merupakan aksi ilegal, serta mengakui Quds sebagai ibu kota Israel dan pemindahan kedutaan ke Quds adalah tindakan yang tidak sah.
Aboul Gheit menekankan bahwa konsensus internasional tentang solusi dua negara harus diterjemahkan ke dalam langkah praktis, sebagai penyelamatan dari upaya Israel yang merusak dan mengabaikannya terus menerus.
Sekjen Liga Arab juga menyatakan bahwa perluasan pemukiman yang dilakukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur merupakan sebuah hambatan serius bagi solusi dua negara.
Dia mengarahkan bahwa “Melakukan negosiasi untuk menyelesaikan konflik merupakan solusi satu-satunya bagi rakyat Palestina agar dapat meraih cahaya kebebasan di ujung terowongan panjang penjajahan.”
Aboul Gheit kembali menyatakan dukungannya atas semua langkah yang diambil oleh otoritas Palestina untuk memperkuat dan memulihkan persatuan bangsa Palestina.
Yaitu, dengan melalui pemilihan umum dan rekonsiliasi bersama. Karena kedua upaya tersebut saling melengkapi dan berkontribusi bersama untuk memperkuat posisi Palestina, secara internal dan eksternal.
Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, menekankan bahwa Prakarsa Perdamaian Arab tahun 2002 akan tetap menjadi rujukan untuk mencapai perdamaian di kawasan itu.
Mesir menekankan perlunya untuk mengambil tindakan atas langkah sepihak Israel di Yerusalem yang dapat mengancam stabilitas di kawasan tersebut.
Shourky menegaskan, “Sebagian orang yang menyangka bahwa dunia Arab, dalam keadaan yang sulit ini, telah melupakan tujuan utamanya untuk meraih keadilan, dengan berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sesuai perbatasan 4 Juni 1967, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, yang menjadi agenda prioritas negara-negara Arab, maka itu perkiraan yang keliru.”
Sementara itu, Menteri Luar Negeri dan Urusan Ekspatriat Yordania, Ayman Safadi mengatakan bahwa masalah Palestina adalah masalah sentral utama negerinya.
Dia menambahkan bahwa kewajiban nyata untuk mendukung saudara-saudara di Palestina, untuk itu perlu merealisasikan inisiatif negosiasi yang efektif dan nyata, mencapai solusi dua negara.
Safadi juga menekankan bahwa Palestina harus berdiri sebagai negara, dengan Yerusalem yang diduduki sebagai ibukotanya sesuai perbatasan tahun 1967.
Menteri Luar Negeri Saudi, Faisal bin Farhan bin Abdullah Al Saud, mengatakan bahwa dunia Arab hidup dalam situasi yang sangat sensitif, yang menegaskan penting dan perlunya menyerukan tindakan bersama.
Faisal menekankan bahwa perdamaian adalah opsi strategis yang menjamin stabilitas kawasan, menyeru kepada masyarakat internasional untuk melakukan lebih banyak upaya untuk menghidupkan kembali proses perdamaian.
Yaitu, dengan berdirinya negara Palestina merdeka sebagaimana perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai Ibukotanya.
Dalam kesempatan itu, Faisal sekali lagi menegaskan penolakan Arab Saudi atas semua praktik pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina. [*]
Sumber: Saudinesia.com
Discussion about this post