DIALEKTIS.CO – Jalan rusak kerap dinilai sebagai kegagalan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Terlebih saat kerusakan berakibat kecelakaan dan merenggut nyawa masyarakat.
Kota Bontang, kasus kecelakaan teranyar dialami Abdul Karim (59). Warga jalan Poros Bontang-Sangatta itu tewas akibat luka serius di bagian kepala usai motor yang dikemudikannya menghantam jalan berlubang di dekat area Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Kamis (25/11) kemarin.
Analisa sementara, korban mengalami kecelakaan tunggal. Akibat menabrak atau menghindari lubang kerusakaan jalan di lokasi kejadian yang sekian lama terkesan dibiarkan oleh pengambil kebijakan setempat.
Kalau sudah begini, bisakah warga menggugat pemerintah?
Menanggapi hal itu, Pengamat Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menjelaskan sesuai regulasi kerusakan jalan merupakan tanggungjawab pemerintah.
Kata dia, secara hukum, jalan yang rusak itu tanggungjawab penyelenggara jalan, dalam hal ini pemerintah, tergantung wilayah jalan berada.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
“Kalau jalan tidak diperbaiki, maka dapat dikenakan sanksi pidana, tergantung derajat akibat yang ditimbulkan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (26/11) Siang.
Terangnya, kalau jalan berakibat luka ringan dan atau kerusakan kendaraan, maka ancaman pidananya diatur dipasal 273 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan lalu lintas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan atau kerusakan kendaraan dan atau barang, dipidana dengan penjara paling lama 6 atau denda paling banyak Rp 12 juta.
“Jadi menurut saya, untuk memberikan pelajaran kepada pemerintah, dalam hal ini sebagai penyelenggara jalan, masyarakat atau keluarga yang menjadi korban akibat jalan rusak, harus berani mengajukan tuntutan secara hukum, dengan melaporkannya kepada pihak berwajib. Ini berguna agar kejadian serupa tidak terjadi lagi, dan jalan-rusak segera diperbaiki,” tegasnya.
Sebutnya, hal tersebut Merupakan metode pertama yang bisa dilakukan. Namun harus korban atau keluarga yang mengajukan tuntutan hukum.
Metode kedua, meskipun bukan korban, masyarakat bisa mengajukan gugatan hukum kepada pemerintah melalui gugatan citizen lawsuit.
“Gugatan ini ditujukan agar pemerintah mengakui kelalaiannya dan harus memperbaiki jalan sebagai akses publik,” pungkasnya.
Sementara, Anwar Nurdin, Kabid Bina Marga Dinas PUPRK Bontang menjelaskan tiga ruas jalan di Bontang Lestari dibangun sekitar 2002-2003 tersebut bukan untuk kawasan industri.
Namun dalam perjalanannya, RTRW kawasan berubah menjadi kawasan industri. Sehingga beban jalan meningkat drastis.
Terangnya perbaikan jalan telah dilakukan beberapa waktu lalu. Termasuk salah satu perusahaan yang ada di Bontang Lestari. Namun, tidak bertahan lama.
Kata Anwar, pihaknya pun sudah melakukan pengajuan untuk dilakukannya kajian terhadap tiga ruas jalan yang ada di Bontang Lestari bersama salah satu konsultan kontruksi teknik ternama.
“Jangan kan satu bulan, satu Minggu saja perubahannya sangat drastis. Kan sempat kami perbaiki bersama PT EUP, tapi seminggu kemudian sudah rusak lagi,” akunya. (Yud/DT).
Discussion about this post