DIALEKTIS.CO – Anggota DPRD Bontang, Bakhtiar Wakkang, meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) mencari solusi dan alternatif guna mengejar ketertinggalan pelajaran siswa di Kota Taman pasca pandemi.
Sekira 2 tahun pembelajaran tidak digelar secara tatap muka, sehingga dinilai kurang maksimal. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tertinggalnya capaian belajar setiap pelajar.
“Harus dicari formulasi untuk memburu kekurangan pelajaran itu,” ujarnya kepada dialektis.co.
Sebutnya, pembelajaran tatap muka dengan sistem sif atau bergantian masuk kelas dirasa kurang efektif.
Dengan alokasi anggaran yang mencapai 20 persen dari APBD, BW –sapaan akrabnya berharap dapat benar-benar dimanfaatkan untuk mengejar ketertinggalan capaian belajar.
“Jangan (anggaran) sekedar untuk perjalanan Dinas. Tapi bagaimana anak-anak kita,” cecarnya.
BW mencontohkan, sejumlah orang tua terpaksa berinisiatif menambah jam belajar melalui les privat. Lantaran, pelajaran yang diterima di Sekolah dirasa sangat kurang. Ia pun berharap pembelajaran PTM 100 persen dapat segera digelar.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Dikdas, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bontang, Saparudin menyampaikan seiring dengan penurunan kasus Covid-19, pihaknya kini tengah mempersiapkan pembelajaran tatap muka 100 persen.
Kata dia, sesuai SKB tiga mentri. Wilayah yang sudah berada di PPKM level 2, diperbolehkan menggelar PTM penuh dengan 6 jam pelajaran sehari. Kota Bontang telah memenuhi syarat ketentuan tersebut.
“Insya Allah tanggal 10 ini, PTM 100 persen kita mulai. Saat ini regulasi masih kami rampungkan,” tuturnya, Minggu (2/1/2022) Sore.
Saparudin berharap dengan digelarnya PTM 100 persen, dapat segera mengejar ketertinggalan pelajaran selama pandemi melanda. Dengan menerapkan sistem merdeka belajar.
Sebutnya, Bontang akan segera menyesuaikan diri dengan penerapan kurikulum prototipe. Dengan demikian, nantinya setiap guru memungkinkan untuk lebih memfokuskan pembelajaran siswa pada bidang yang paling diminati.
“Sama saja dengan K 2013, hanya saja kurikulum prototipe ini pendekatannya lebih mengarah pada ke individu siswa. Kalau dulu kompetensi dasarnya harus terpenuhi, sekarang tidak,” terangnya.
Ke depan, anak-anak akan dilayani secara individu. Sembilan kecerdasan akan digalakkan, dengan kata lain pendidikan akan menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswa.
“Kita dulu marah kalau anak matematikanya dapat 5, padahal kesenian atau agamanya dapat 9. Kedepan pendidikan akan melihat minat dan kemampuan masing-masing siswa, tidak dipaksa sama rata,” pungkasnya. (Yud/DT).
Discussion about this post