Dialektis.co, Bontang – Pagi ini cuaca di Pelabuhan Tanjung Laut Indah tampak tenang. Langit cerah dan gelombang terlihat jinak, seolah tak menyisakan jejak kecemasan dari angin kencang yang sempat mengguncang perairan Bontang beberapa hari terakhir.
Namun bagi para pendidik SDN 016 Tihi-Tihi, memori itu belum benar-benar hilang. Setiap perjalanan menuju dan meninggalkan sekolah selalu menyimpan ketidakpastian.
Pulau Tihi-Tihi, yang masuk wilayah Kecamatan Bontang Selatan, dikenal sebagai kampung terapung. Rumah-rumah dan sekolah berdiri di atas deretan tiang kayu yang menancap kuat di dasar laut. Untuk mencapainya, rombongan tenaga pengajar harus menyeberangi lautan dengan perahu dari Pelabuhan Tanjung Laut Indah. Jika cuaca bersahabat, perjalanan terasa ringan. Tetapi saat angin menguat dan gelombang meninggi, laut berubah menjadi ruang ujian keberanian.
Kepala SDN 016 Tihi-Tihi, Tri Ayuningsih Puji Astuti, menceritakan bahwa beberapa hari terakhir adalah masa penuh kecemasan.
“Kemarin itu benar-benar takut. Ombak tinggi sekali,” ucapnya, mengenang kondisi yang mereka alami.
Sepekan terakhir, keputusan berangkat tidak lagi mengikuti jam pelajaran, melainkan cuaca. Para pendidik memilih menunggu di pelabuhan setiap pagi. Mereka memantau ombak, mengajar daring sambil duduk di tepi dermaga, menunggu laut cukup bersahabat untuk diseberangi.
“Beberapa hari ini kami harus berangkat siang. Kami tidak bisa memprediksi jadwal dengan pasti,” katanya saat dikonfirmasi, Jumat (7/11/2025).
Jika perahu tak bisa bergerak dari daratan, maka tenaga pengajar yang tinggal di pulau mengambil alih pendampingan belajar. Sekolah tetap berjalan, meski dengan penyesuaian yang terus berganti.
“Selama cuaca masih memungkinkan, sekolah tetap jalan. Anak-anak tetap belajar,” tegasnya.
Namun perjalanan pulang justru adalah momen yang paling menegangkan.
“Kemarin kami mau pulang juga takut, tapi kalau tidak nekat pulang ya tidak bisa pulang,” tuturnya.
Bagi mereka, keberanian bukan sesuatu yang diumumkan, ia hadir begitu saja, karena ada keluarga yang menunggu di seberang, ada hidup yang harus kembali.
“Kemarin kami mau pulang juga takut, tapi kalau tidak nekat pulang ya tidak bisa pulang,” ungkapnya dengan nada jujur.
Di Tihi-Tihi, pendidikan tidak sekadar ruang kelas dan buku pelajaran.
Ia adalah keberanian, dedikasi, dan cinta yang tak pernah surut, sekuat tiang-tiang kayu yang menyangga desa yang hidup di atas laut. (Adv/Mira).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Dialektis.co. Caranya dengan bergabung saluran Dialektis.co WhatsApp atau telegram di link https://t.me/+CNJcnW6EXdo5Zjg1 kemudian join.








Discussion about this post