DIALEKTIS.CO – Dalam rangka peringatan hari Pohon Sedunia, sejumlah Komunitas Pecinta Alam menggelar serangkaian acara bertajuk “Refleksi Ekologi Kota Bontang”. Yang diawali dengan Talk Show dan ditutup dengan penanaman mangrove.
Acara Talk Show dimulai sejak pukul 20.00 Wita, Sabtu (20/11/2021). Komunitas pecinta alam menghadirkan beberapa narasumber. Mulai dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup Heru Triatmojo, Senior Mapala STIE Makassar Bakhtiar Wakkang, PLT Kepala Dinas Perkimtan Zulkifli dan dua narasumber lainnya.
Tema dalam talk show tersebut yakni, Menggagas Prospek Kota Bontang dalam Mewujudkan Lingkungan yang Beradab.
Ketua Umum Mapala Stitek Bontang, Fajri mengatakan, melalui kegiatan itu diharapkan mampu menciptakan tumbuhnya kesadaran dan peran aktif masyarakat, penggiat dan pecinta alam akan pentingnya lingkungan hidup yang sehat.
Dia bilang, yang menjadi topik utama dalam kegiatan talk show tersebut yakni, kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Bontang.
Menurutnya, dalam upaya memberikan kenyaman dan lingkungan sehat bagi warga kota, penyediaan RTH dapat menjadi solusi bagi pelaku pembangunan. Hal itu juga dapat memberi kontribusi terhadap penurunan emisi karbon untuk penurunan pemanasan global.
“Pertumbuhan kota yang begitu cepat berimplikasi terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan seperti banjir, permukiman kumuh, kesenjangan sosial, dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau. Permasalahan perkotaan semakin berat karena hadirnya fenomena perubahan iklim, sehingga kota menjadi tidak nyaman untuk ditinggali,” kata Fajri.
Dia menjelaskan, penyediaan RTH di perkotaan merupakan amanat dari UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang yang mengatur pengembangan kawasan perkotaan dilihat dari aspek penataan ruang.
Dalam UU tersebut, disebutkan RTH merupakan sub sistem tata ruang dan infrastruktur wilayah, khususnya dalam pengembangan permukiman dan perkotaan yang berbasis pada potensi keanekaragaman hayati sebagai sumber daya alam setempat.
UU tersebut mengamanatkan bahwa perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat ketentuan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH), dan mensyaratkan luas RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH Publik minimal 20% dan RTH Privat minimal 10%.
Hal ini menjadi tuntutan bagi Kota Bontang untuk berusaha menambah dan meningkatkan kuantitas dan kualitas RTH-nya.
Kata dia, meski target luasan RTH yang akan dicapai sudah jelas dan sesuai dengan standar nasional. Namun, yang terpenting adalah tindakan nyata penerapan upaya-upaya perluasan area RTH.
Menurutnya, memperluas RTH juga tidak akan berarti jika lahan hijau eksisting tidak turut dipertahankan.
Mempertahankan dan memperluas RTH kiranya menjadi bagian penting yang terus diperjuangkan dalam penataan kota. Apalagi, ke depannya, perkotaan akan menghadapi tekanan pertumbuhan penduduk dan perubahan lingkungan yang lebih ekstrem.
“Jika kita menakar luas wilayah normal Kota Bontang yakni 497,57 km2, dan didominasi sebanyak 70,29 persen lautan. Target RTH mencapai 30 persen akan sulit tercapai. Untuk itu, dalam talk show ini kami ingin mendengar pemaparan dari Pemerintah Kota,” katanya.
Sementara itu, salah satu narasumber, Senior Mapala STIE Makassar, Bakhtiar Wakkang yang turut hadir dalam kegiatan itu, mengatakan bahwa lahan yang kini telah dibangun sebagai kawasan hijau dalam bentuk hutan kota, belum menjadi jaminan sebagai kawasan hutan definitif, sehingga sangat memungkinkan diubah untuk kepentingan bangunan lain.
Ketersediaan lahan dengan status peruntukan yang jelas perlu ditetapkan secara lugas, sebagai wahana pembangunan dan pengembangan hutan kota, agar penyelenggaraannya dapat dilakukan secara terprogram.
“Pemerintah harus berkomitmen terkait hal itu. Kawasan hijau yang sudah ada harus dipertahankan. Prioritas utama yang harus menjadi pijakan adalah tata ruang dibentuk guna melindungi ekosistem dan ekologi,” katanya.
Menurutnya, pemerintah perlu secepatnya mendorong lahirnya peraturan daerah tentang Ruang Terbuka Hijau secara umum dan hutan kota secara khusus agar perencanaan pembangunan, pengembangan dan pengelolaan hutan kota memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas.
“Mengingat luasnya aspek pengelolaan hutan kota dari mulai perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pemanfaatan bagi kepentingan sosial maupun ekonomi dan ekologis, maka perlu kejelasan tentang institusi atau badan pengelola hutan kota dapat berperan sebagai infrastruktur hijau,” ujarnya, saat menjawab pertanyaan dari salah satu peserta.
Kegiatan Talk Show tersebut dihadiri ratusan peserta yang tergabung dalam komunitas pecinta alam. Para narasumber secara bergantian menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh peserta. Kegiatan malam itu berlangsung hingga pukul 23.00 Wita.
Penanaman Pohon Mangrove
Pagi harinya, Minggu (21/11/2021) di Aula Khatulistiwa Mangrove Park, Salebba, Bontang Utara. Sekitar pukul 08.00 Wita, para anggota komunitas pecinta alam mulai berdatangan. Kedatangan mereka bertujuan untuk melanjutkan rangkaian acara, yakni penanaman mangrove jenis Rhizophora sebanyak 1.000 bibit.
Sebelum mulai penanaman, terlebih dahulu dilakukan seremonial. Pagi itu, acara penanaman pohon mangrove dibuka langsung oleh Wakil Walikota Bontang, Najirah.
Dalam sambutannya, Najirah mengatakan penanaman bakau sangat bermanfaat untuk mempertahankan ekosistem di daerah pesisir. Ia menyarankan kepada seluruh pecinta alam di Bontang untuk terus mengawasi dan merawat apa yang sudah ditanam.
“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini. Setelah menanam harus dijaga dan diawasi. Jangan ditinggal begitu saja,” ucap wanita murah senyum itu, saat sambutan.
Menurut dia, pelestarian lingkungan tak bisa diabaikan. Sebab alam merupakan indikator penting dalam kelangsungan ekosistem. Sehingga kegiatan seperti ini perlu mendapat tempat khusus dalam roda pemerintahan dan wajib terus digalakkan.
“Menjaga lingkungan juga merupakan tugas pokok baik pemerintah, perusahaan, maupun seluruh masyarakat. Kepedulian terhadap lingkungan harus ditanamkan pada setiap individu,” tukasnya.
Usai acara seremonial. Menjelang pukul 11.00 Wita, puluhan anggota pecinta alam bersiap menuju penanaman. Perjalanan menuju lokasi ditempuh sekitar 800 meter harus melewati papan ulin yang berada di tengah hutan bakau. Mereka tampak antusias. Sesekali para peserta mengamati keindahan alam di sekitarnya. Pohon bakau yang hijau itu tertata nan rapi.
Lokasi penanaman di areal hutan mangrove ini merupakan tipe kajapah yaitu tipe hutan mangrove yang berbatasan langsung dengan laut. Dimana kedalaman lumpur berkisar 90 centimeter. Namun, hal tersebut tidak menyulutkan semangat mereka menanam 1000 bibit bakau berjanis Rhizophora Mucronata.
Satu sama lain saling berbagi tugas. Sebagian turun untuk menanam, dan sebangian lagi bertugas memindahkan bibit. Sesekali mereka berteriak pekik saling menyemangati.
Menurut Fajri, Ketua Umum Mapala Stitek, Kota Bontang saat ini dihadapkan dengan berbagai persoalan lingkungan. Mulai dari pencemaran udara, banjir dan lainnya. “Maka dari itu, kita harus mengimbangi permasalahan yang ada, ya salah satunya dengan melakukan penanaman ini,” katanya.
Menurutnya, jika lahan hutan terus dialihfungsikan untuk pembangunan industri, suatu saat nanti perubahan manset di masyarakat akan turut berganti. Masyarakat hanya akan memikirkan ekonomi. Secara perlahan tingkat kepedulian pada lingkungan hidup akan secara perlahan terkikis.
“Kalau masyarakat hanya memikirkan membangun perkantoran, membangun perumahan. Dikemudian hari, oksigen, lingkungan yang tertata, air bersih, hidup tenang, akan menjadi sesuatu yang sangat mahal,” jelasnya.
Kata pria berambut panjang itu, lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang memiliki basic konservasi. Dia menekankan, kepada generasi muda agar kepedulian terhadap lingkungan jangan sampai hilang.
“Kalau bukan kita, siapa lagi yang harus memulai. Kalau semakin banyak akar pohon yang diganti dengan akar beton. Bukan tidak mungkin, dikemudian hari kita hanya melihat pemandangan alam dari lukisan,” sebutnya.
Dia menambahkan, seharusnya masyarakat perlu menyadari bahwa manusialah yang membutuhkan alam, bukan alam yang membutuhkan manusia.
“Kita harus tersadar untuk kembali pada realitas bahwa sebaiknya manusia memberi sebanyak yang mereka minta, atau sekurang-kurangnya mengambil secukupnya saja,” tukasnya.
Sejak beberapa minggu sebelumnya, anggota komunitas pecinta alam memang sudah merencanakan kegiatan ini dengan matang. Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Aktivitas tersebut tentu akan berdampak positif akan keberlangsungan pesisir Kota Taman.
“Semoga yang kami lakukan ini, bermanfaat untuk kelangsungan masyarakat Bontang,” sebut Ketua Panitia, Andre. Pria yang juga salah satu anggota komunitas pecinta alam itu mengaku akan terus menyalurkan kepeduliannya sebagai pecinta alam maupun lingkungan.
Momen ini juga dijadikan sebagai ajang silaturahmi antar sesama pecinta alam. Sebanyak 10 komunikasi pecinta alam se-Kota Bontang yang turut andil dalam kegiatan selama dua hari itu. Selain itu, turut hadir beberapa anggota Mapala asal Samarinda.
Sesuai dengan tema mereka, yakni “Hari Pohon Sedunia”, keberadaan dan kelangsungan pohon bakau yang sudah ditanam harus dijaga dengan baik. Manfaat tanaman mangrove sendiri cukup banyak. Seperti mencegah erosi dan abrasi pantai. Juga berperan dalam pembentukan pulau serta menstabilkan daerah pesisir.
Apalagi Bontang merupakan kota kecil. Luas wilayahnya sekitar 497,57 kilometer persegi. Menariknya, 77,80 persen diataranya adalah lautan, sekitar 347,77 kilometer persegi. Sementara luas daratan hanya 149,80 kilometer persegi. Maka bisa dikatakan, hampir seluruh daerah di Bontang merupakan lautan.
Dengan kondisi ini, kepedulian masyarakat maupun pemuda terhadap lingkungan sangat dinantikan untuk keberlangsungan pesisir Kota Taman di masa mendatang. Apalagi, Mangrove Park dikenal sebagai tempat wisata yang indah. (*)
Discussion about this post